Heri Gunawan: Model Ekonomi yang Keliru Hasilkan Ketimpangan

Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan
Sumber :

VIVA.co.id – Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, menilai model ekonomi Indonesia yang diterapkan saat ini keliru sehingga menghasilkan ketimpangan yang semakin melebar, dimana yang kaya makin kaya, miskin makin miskin.

Bank Dunia: Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh 5,1 Persen

"Sebab-sebabnya adalah adanya ketimpangan peluang, ketimpangan pasar kerja, dan adanya konsentrasi kekayaan pada satu kelompok paten," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat 5 Februari 2016.

Ia mencontohkan, ketimpangan pembangunan ini bisa dilihat dari struktur perekonomian Indonesia tahun 2015, bahwa perekonomian nasional masih didominasi oleh Provinsi di Jawa dan Sumatera yang memberi kontribusi masing-masing 58,52 persen dan 23,88 persen terhadap PDB.

Menkeu Akan Revisi Asumsi Pertumbuhan Ekonomi

Sementara itu, kelompok di luar Jawa masih minim. "Penyebabnya adalah ketimpangan infrastruktur dan energi," ujarnya.

Lebih lanjut jelas Heri, dari sisi struktur usaha tahun 2015, sektor-sektor strategis seperti pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan hanya menyumbang 15,4 persen atas PDB. Padahal, jumlah tenaga kerja di sektor-sektor itu masih dominan atau berada di atas 50 persen.

Genjot Pertumbuhan Ekonomi, Enam Industri Ini Jadi Andalan

Menurut legislator dari Fraksi Gerindra ini, hal ini disebabkan antara lain karena minimnya penguatan Sumber Daya Manusia (SDM), investasi, teknologi dan modal.

"Melihat struktur ekonomi tersebut maka bisa ditarik kesimpulan bahwa ada yang salah dalam proses pembangunan ekonomi nasional selama ini," katanya.

Dengan fakta itu, terangnya, bahwa ekonomi sekarang masih sangat sentralistik, timpang, dan tidak bersumber dari aktivitas riil yang menjadi jatidiri bangsa Indonesia bertahun-tahun.

Sebagaimana diketahui, penghujung tahun 2015, Bank Dunia merilis laporan yang mencemaskan. Bahkan dalam 15 tahun terakhir, menurut Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianggap kuat tidak linear dengan pencapaian kesejahteraan.

"Pertumbuhan itu lebih dinikmati oleh 20 persen masyarakat terkaya. Sedangkan, 80 persen penduduk atau lebih dari 205 juta orang, rawan tertinggal," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya