Jokowi Disarankan Bentuk Sekretariat Gabungan

Presiden Bertemu Menlu dan Dubes Indonesia Untuk Brazil di Istana Negara
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ismar Patrizki
VIVA.co.id -
Presiden: Proyek Kereta Bandara Selesai Sesuai Target 2017
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, menilai Presiden Jokowi perlu membentuk semacam sekretariat gabungan (Setgab). Usulan itu senada dengan hasil survei SMRC, yang hasilnya publik memiliki opini serupa.

Jokowi Salat Jumat di Bandara Soekarno-Hatta

"Sebanyak 69,6 responden menilai Jokowi perlu membentuk Setgab. Hanya 18,7 persen yang menjawab tidak perlu dan sisanya menjawab tidak tahu," ujar Djayadi dalam konferensi pers hasil survei 'Menjadi Lebih Presidensial di 2016' di Jalan Cisadane Nomor 8, Jakarta, Selasa, 12 Januari 2016.
Fadli Zon dan Fahri Hamzah Puji Jokowi


Ia menjelaskan, dalam sistem presidensial, tidak ada jaminan 100 persen kesepakatan di koalisi untuk mendukung undang-undang tertentu akan dilaksanakan di DPR. Sehingga, salah satu cara untuk mengurangi ketidakpastian itu adalah konsolidasi atau bertemu lebih dulu. Lalu, baru masuk pertemuan di DPR.


"Untuk konsolidasi diperlukan semacam kelompok yang tergabung dalam yang kita kenal setgab atau sekretariat bersama," kata Djayadi.


Tapi, meskipun partai-partai berada dalam satu koalisi, Djayadi berpendapat bahwa perbedaan antara partai masih tetap banyak. Oleh karena itu, ketika akan masuk ke dalam proses di DPR, mereka harus menyelesaikan perbedaan-perbedaan itu di tingkat internal mereka sendiri. Ketika sudah selesai dan masuk DPR, mereka tinggal berhadapan dengan oposisi.


"Itu salah satu dampak positif setgab. Pesan utamanya sebenarnya bukan setgab, tapi Jokowi memerlukan stabilitas dukungan politik. Sehingga ada semacam keyakinan kalau Jokowi menginginkan kebijakan ini dilaksanakan, dia akan mendapatkan dukungan dari DPR," ujar Djayadi.


Sebelumnya, SMRC melakukan survei pada 1220 responden. Metode yang mereka gunakan adalah multistage random sampling dengan margin of error sebesar +/- 3,2 % pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden diwawancara dengan tatap muka pada 10 hingga 20 Desember 2015. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya