Politikus PKS: Reshuffle Bukan Hak Mutlak Presiden

Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id -
Presiden: Proyek Kereta Bandara Selesai Sesuai Target 2017
Isu perombakan (
reshuffle
Jokowi Salat Jumat di Bandara Soekarno-Hatta
) kabinet jilid II akan dilakukan pertengahan Januari 2016 ini kembali mencuat. Sejumlah menteri dikabarkan diganti, meskipun beberapa di antaranya hanya digeser posisinya.
Fadli Zon dan Fahri Hamzah Puji Jokowi

Sejumlah pergantian dan pergeseran yang belakangan santer disebut, seperti nama Luhut Binsar Pandjaitan yang akan menjadi menteri utama, membawahi seluruh menteri koordinator. Sementara itu, jabatan Menkopolhukam diisi Johnny Lumintang.


Rini Soemarno dikabarkan melepas posisinya sebagai menteri BUMN. Tetapi, dia menempati pos baru sebagai menteri Perhubungan. Kader PAN, juga dikabarkan segera masuk kabinet. Santer tersiar kabar, PAN akan mendapatkan jatah menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.


Selain itu, dua pos dari Partai Nasdem juga dikabarkan akan lepas, yakni Jaksa Agung Prasetyo dan Menteri Pertanahan Ferry Mursyidan Baldan. Sementara itu, Menteri Desa Marwan Jafar, digeser ke pos Menteri Agama.


Menurut anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, isu tersebut menjadi bukti bahwa bagi-bagi kursi itu tetap tidak bisa dihindari.


"Inilah yang disebut politik akomodatif. Lagi-lagi, kita disuguhi oleh realitas sistem presidensial yang bercita rasa parlemen," kata Nasir, saat dihubungi
VIVA.co.id
, Kamis 7 Januari 2016.


Nasir mengatakan, dengan sikap akomodatif tersebut, membuat publik semakin sadar bahwa hak preogratif Presiden tidak sepenuhnya ada. Meskipun lingkungan Istana Negara selalu menggembar-gemborkan masalah perombakan kabinet adalah urusan Presiden Jokowi.


"Warna-warni perombakan kabinet menunjukkam bahwa
reshuffle
kabinet bukanlah hak mutlak Presiden," katanya.


Politisi asal Aceh itu mengakui, kalau kinerja kabinet harus didorong untuk pertumbuhan ekonomi. Tak terkecuali, serapan anggaran juga harus diutamakan.


"Karena itu, Presiden melalui menkumham harus mengevalusi peraturan perundang-undangan yang selama ini menghambat daya serap anggaran," kata Nasir. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya