Aturan Ini Tutup Peluang Partai Lain Gantikan Novanto

Setya Novanto
Sumber :
  • ANTARA/Rosa Panggabean
VIVA.co.id - Setya Novanto mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan sebagai Ketua DPR pada Rabu, 17 Desember 2015. Pengunduran diri itu dilakukan sesaat sebelum Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menyampaikan putusan sidang atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Novanto berkaitan dengan kasus skandal renegosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Politikus Budi Supriyanto Didakwa Disuap Ratusan Ribu Dolar

Belakangan, sebagian kalangan mewacanakan perombakan pimpinan DPR selepas posisi ketua DPR ditinggalkan Novanto. Wacana perombakan itu populer disebut “kocok ulang” pimpinan dewan karena dimaksudkan untuk mengubah formasi partai-partai yang menduduki kursi pimpinan, termasuk posisi ketua.
Partai Pendukung Ahok Pakai Janji Tertulis Biar Tak Membelot

Partai Golkar segera memperingatkan publik, bahwa posisi ketua DPR tetap menjadi hak mereka dan tak ada perubahan komposisi pimpinan DPR. Hal itu berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
DPR Mau Tambah Posisi Wakil Ketua MKD

Dalam kalimat yang lebih sederhana: Setya Novanto adalah kader Partai Golkar dan penggantinya pun kader partai itu, bukan kader partai lain. Empat wakil ketua DPR pun tak dapat dirombak karena mereka dipilih sepaket dan bersifat tetap.

Susunan dan mekanisme

Dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD diatur, di antaranya, mengenai komposisi/susunan pimpinan DPR dan mekanisme pergantiannya.

Pada Pasal 84 Ayat 1 disebutkan: “Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR.”

Dipertegas dalam Ayat 2 pada pasal yang sama: “Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap.”

Masing-masing (calon) pimpinan DPR, termasuk ketua, diusulkan pimpinan fraksi dan disampaikan dalam rapat paripurna DPR. Berdasarkan Ayat 4 pada pasal yang sama: “Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan DPR.”

Mekanisme mengenai pergantian diatur dalam Pasal 87. Pada Ayat 1 disebutkan bahwa “Pimpinan DPR … berhenti dari jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; atau c. diberhentikan.”

Dalam konteks Setya Novanto, yang mengundurkan diri dan bukan meninggal dunia atau diberhentikan, proses pergantian dapat mengacu pada Ayat 3 Pasal 87: “…anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif.” Artinya, sementara belum ada pengganti definitif, ditunjuk seorang dari unsur pimpinan sebagai ketua sementara.

Tak ada klausul yang menyebutkan atau membuka peluang pengganti Novanto dari partai lain. Disebutkan dalam Ayat 4 pasal yang sama: “Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penggantinya berasal dari partai politik yang sama.”

(mus)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya