Komisi I Belum Bahas Satuan Dua Anggaran Kemenhan

Helikopter Presiden Joko Widodo AgustaWestland AW101
Sumber :
  • VIVA.co.id/Wikipedia

VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha mengatakan Badan Anggaran (Banggar) Komisi I belum membahas satuan dua terhadap anggaran Kementerian Pertahanan.

Golkar: Kabinet Tidak Boleh Dibatasi karena Prerogatif Presiden

"Saya kan Banggar, Komisi I belum membahas satuan dua terhadap anggaran Kementerian Pertahanan.‎ Sehingga terlalu prematur kalau mengatakan bahwa AU sudah ada duitnya untuk membeli heli dari Italy itu. Menurut saya, saya tidak yakin Jokowi membutuhkan hely itu, saya mendengar persis di KIH itu salah satu pointer penting, waktu pertemuan KIH pertama dengan Pak Jokowi adalah dia akan memberdayakan hasil karya anak negeri ini, termasuk hasil dari PTDI, itu poin pertama," ujarnya, di Senayan, Jumat 27 November 2015.

Ia menambahkan, yang kedua, dari segi pendorongan terhadap industri strategis, menurutnya apa salahnya Indonesia buat sendiri.

Prabowo Bakal Pajang Lukisan dari SBY di Istana Presiden yang Baru

"Kalau soal anti peluru, kaca anti peluru dan lain-lain, itu kan soal bahan saja, itu pesawat hely nya tentu akan lebih mahal. Yang ketiga, kita ga mau terulang kembali peristiwa jatuhnya pesawat-pesawat TNI baik di Medan maupun yang lainnya, kenapa? Karena itu menyangkut suku cadang," katanya.

Ia juga menjelaskan, bagaimana suatu saat perusahaan Italy bangkrut, kemudian tidak memproduksi lagi pesawat itu, termasuk hely nya, dari mana spare part nya, apa mau KW 1 dari Cina? Itu permasalahanya.

Yusril soal Gugatan Ganjar-Mahfud: Dalam Sejarah, Tak Ada Aturan Pilpres Diulang

"Nah suatu saat, itu justru membahayakan keselamatan Presiden. Kalau dia terjadi apa-apa, dia mesti inden dulu ke Italy sana. Dan belum tentu dari Italy itu mau memberikan pelurunya. Buktinya ketika kita membuat kerja sama, PTDI membuat pesawat tempur di Korsel. 70 persen diputus, itu berbahaya," jelasnya.

Keempat katanya, ia khawatir pembelian pesawat di Italy, menggunakan pinjaman luar negeri, pastilah itu berbentuk valas, kalau itu PLN (pinjaman luar negeri)‎, saya belum tahu ya karena belum dibahas di Komisi I, PLN itu membebani utang negara dan itu merubah postur anggaran APBN 2016.

"Komisi I itu semua fraksi berdebat, tidak sepakat kemarin untuk membahas dana dari APBN 2016. Nah begitu Banggar ketok, kan disuruh bahas, nah fraksi-fraksi tidak sependapat karena anggaran APBN untuk TNI tidak sesuai dengan RPJMN yang mengharuskan anggaran TNI itu 1,5 persen dari PDB. Sekarang itu yang terjadi, pemerintah tidak konsisten terhadap RPJMN, dia jalan sendiri. Fraksi PDIP melalui Pak TB sudah menyampaikan kepada Menhan tentang nawacita yang dibuat Jokowi dimana TB juga terlibat dalam hal itu, PDIP lah," katanya.

"Kalau itu tidak konsisten, berarti ada satu partai yang mendorong Presiden, memaksa Presiden, untuk menggunakan anggaran APBN untuk membeli di luar. Menurut saya ini preseden buruk bagi suatu parpol. Menurut saya apa yang disampaikan oleh
Pratikno bahwa itu anggaran dari AU, itu offside. Kita belum membahas kok anggaran APBN 2016 untuk Angkatan Darat, Laut, Udara, Mabes TNI dan Kemhan. ‎Itu belum dibahas satuan duanya. Tapi yang jelas kita Komisi I sudah berkomitmen tidak boleh ada lagi yang menggunakan anggaran alutsista yang tidak sesuai dengan keinginan TNI," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya