Sumber :
- Twitter/@KBRIWashDC
VIVA.co.id
- Keberangkatan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat pada Sabtu 24 Oktober, menuai berbagai reaksi negatif. Mengingat, Sumatera dan Kalimantan sedang dilanda kabut asap yang makin pekat. Bahkan, dikabarkan asap tipis sudah sampai di Jakarta.
Saat itu, Presiden Jokowi diminta membatalkan kungjungannya itu. Presiden memilih tetap ke Amerika Serikat, walau akhirnya mempersingkat kunjungan dari jadwal semula. Kunjungan Presiden itu di tengah-tengah kritikan, ternyata karena memang menghadirkan investasi yang nilainya sangat besar.
Baca Juga :
Mengapa Praktik Bakar Hutan Berulang Lagi?
Saat itu, Presiden Jokowi diminta membatalkan kungjungannya itu. Presiden memilih tetap ke Amerika Serikat, walau akhirnya mempersingkat kunjungan dari jadwal semula. Kunjungan Presiden itu di tengah-tengah kritikan, ternyata karena memang menghadirkan investasi yang nilainya sangat besar.
"Karena dalam kunjungan ini ada US$20,5 miliar yang ditandatangani, diinvestasikan oleh Amerika dan ini merupakan investasi terbesar dalam era setelah era Reformasi," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di kantornya, Rabu 28 Oktober 2015.
Nilai investasi itu, lanjut Pramono, bahkan jauh lebih besar dibanding era pemerintahan sebelumnya. Sebab, sebelumnya hanya investasi sebesar US$ 8 miliar.
"Ini merupakan arti yang signifikn. Jadi yang membedakan adalah Presiden Jokowi memang selalu mengutamakan result, beliau mungkin tidak terlalu mempermasalahkan hal yang berkaitan dengan diplomasi. tapi result atau hasil," kata Pramono.
Selain itu, dari sisi politik kunjungan Presiden Jokowi juga menghilangkan anggapan kalau Indonesia menjaga jarak dengan negeri Paman Sam itu. Banyak pihak menilai, era pemerintahan Jokowi memang cenderung berkiblat ke China. Apalagi, setelah pemerintah memutuskan memberi ke China untuk membangun kereta cepat Jakarta-Bandung.
"Kunjungan ke Amerika mempunyai arti yang strategis karena bagaimanapun Indonesia sebagai negara yang menganut bebas aktif sebagai prinsip yang diwariskan Bung Karno tentunya kunjungan ke Amerika ini mempunyai makna yang signifikan sekaligus menepis bahwa Indonesia mempunyai jarak dengan Amerika," ujar Pramono.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Karena dalam kunjungan ini ada US$20,5 miliar yang ditandatangani, diinvestasikan oleh Amerika dan ini merupakan investasi terbesar dalam era setelah era Reformasi," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di kantornya, Rabu 28 Oktober 2015.