Pemerintah Tak Boleh Tunduk Pada Pengemplang Pajak

Ilustrasi-Kampanye pemberantasan korupsi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
Dirjen Pajak: Saya Akan Perangi Teroris Pajak
- Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Heri Gunawan, mengatakan wacana penerapan pengampunan pajak (tax amnesty)  melalui rancangan Undang-undang yang ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak serta meningkatkan tax ratio sebagai terobosan yang luar biasa.

Menkeu: 79% Data RI Sama Seperti Panama Papers

Heri mengingatkan pengampunan pajak harus atas persetujuan bersama dari eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Ini Perusahaan Software Pembobol Panama Papers


"Wacana pengampunan pajak, harus dipikirkan masak-masak. Ada empat alasan. Pertama, publik bisa menilai bahwa pengampunan itu sebagai bentuk tunduknya pemerintah kepada pelaku kejahatan keuangan (financial crime)," katanya kepada VIVA.co.id, Sabtu 10 Oktober 2015.


Ia menjelaskan, dalam proposal Direktorat Jenderal Pajak tertulis bahwa pelaku kejahatan keuangan dapat membayar 10-15% pajak untuk aset yang dibawa pulang ke dalam negeri. "Di Singapura saja, diperkirakan sekitar Rp3.000 triliun aset yang parkir di sana. Itu baru di Singapura, belum di negara yang lain," katanya.


Kedua, publik bisa memandang pengampunan itu karena pemerintah tidak mampu lagi menggenjot penerimaan pajak. "Jadi, dipilihlah cara yang lunak. Pemerintah telah menargetkan penerimaan pajak yang ambisius sebesar Rp1.489 triliun di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan membesarnya defisit APBN. Namun, sampai hari ini, realisasinya masih sangat rendah dari proporsi GDP," katanya.


Alasan ketiga, pengampunan pajak itu belum tentu otomatis diikuti dengan kepatuhan wajib pajak. "Kita tahu, lewat kebijakan ini diharapkan jumlah wajib pajak, termasuk subjek dan objek pajak dari dana-dana yang diparkir di luar negeri bisa meningkat. Tapi, pengalaman menunjukkan bahwa pengampunan pajak kurang efektif hasilnnya," kata Heri.


Keempat, implementasi pengampunan itu bisa dianggap kebijakan tidak fair oleh wajib pajak yang lain. Bila pelaku kejahatan di luar negeri bisa diampuni, kenapa yang lain tidak?


"Sekitar 15 juta perusahaan di Indonesia, hanya 26,67 persen atau sekitar 400 ribu yang patuh membayar pajak. Apakah mereka diberi pengampunan juga? Ini kan menjadi celah yang justru jadi blunder dalam rangka peningkatan penerimaan pajak," katanya.


Atas dasar itu politisi partai Gerindra ini berharap pemerintah bisa lebih berpikir objektif dan jernih. "Kebijakan pengampunan pajak itu harus ditopang dengan aturan yang kuat dan tujuan yang jelas dan efektif. Apalagi, saat ini RUU soal itu sedang dibahas. Di samping itu, sarana dan prasarana terkait perpajakan juga harus memadai," katanya. (one)




Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya