Pengadaan & Pembelian Tanah RS Sumber Waras Terindikasi KKN

Triwisaksana Meninjau RS Sumber Waras
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
Komisi VII Dukung Upaya Pemerintah Perkuat Pertamina
- Komisi II DPR RI menggelar konferensi pers terkait kerugian negara dalam pembelian tanah RS Sumber Waras. Dalam acara tersebut hadir Anggota Komisi II Arteria Dahlan dan pengamat masalah-masalah di Pemprov DKi Prijanto, selain itu juga ada pelapor Narliswandi Piliang.

Pimpinan DPR Nilai Sudah Cukup Bukti Jadikan Ahok Tersangka

Arteria dalam kesempatan ini mengatakan bahwa laporan dari rekan-rekan tersebut perlu mendapat perhatian serius.
Cita Citata Cabut Laporan terhadap Anggota DPR


“Menurut saya ini ada indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme. Awalnya saya hanya menganggap ini kasus biasa, namun setelah melihat hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) DKI Jakarta, kasus pembelian tanah RS Sumber Waras ini sangat serius.” ujar Arteria, di Senayan, Kamis 8 Oktober 2015.


Menurut Prijanto, BPK menemukan adanya indikasi ketidakpatutan terhadap peraturan perundang-undangan. Nilainya sangat fantastis dan antagonistis.


“Ada 38 temuan senilai Rp2.162.430.175.139 terindikasi kerugian daerah Rp442.369.697.093, potensi kerugian daerah Rp1.713.318.786.699. Kekurangan penerimaan Rp3.232.247.040, administrasi Rp469.507.016 dan pemborosan Rp3.039.937.54. inikah yang disebut tidak dikorup atau mengamankan uang rakyat oleh Ahok?,” ujar Prijanto.


Prijanto menambahkan bahwa temuan BPK memang belum final, namun BPK menemukan indikasi keuangan daerah Rp191.334.550.000 dalam pembelian tanah RS Sumber Waras. Kerugian tersebut diurai dari sisi prosedur dan aturan perundang-undangan, kelayakan tanah yang dibeli, efektivitas pembelian yang berindikasi pemborosan dan nilai NJOP yang digunakan.


Lebih lanjut dijelaskan Prijanto, BPK menemukan disposisi, yang berarti perintah Plt Gubernur Ahok kepada Ka Bappeda DKI pada surat penawaran RS Sumber Waras, untuk menganggarkan pembelian tanah RS Sumber Waras senilai Rp755.689.550.000 dalam APBD-P 2014.


“BPK menilai disposisi tersebut tidak sesuai Permendagri 13/2006. Sebab perubahan APBD (APBD-P) hanya bisa terjadi dalam empat situasi,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya