e-Voting Indonesia Bisa Jadi Standar Internasional

Teknologi E-Voting Pilkada
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id - Pemerintah berambisi menerapkan voting elektronik (e-voting) pada penyelenggaraan pilkada serentak di Indonesia. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengklaim e-voting sudah bisa dipakai pada pilkada serentak pada 2017.

Menteri Tjahjo kini menyerahkan teknis dan teknologi e-voting ke Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Terkait hal tersebut, Andrari Grahitandaru, kepala Program e-Services BPPT mengatakan, sistem e-voting buatan BPPT lebih sempurna dibanding sistem serupa di seluruh dunia.

"E-voting kita sesuai standar internasional. Dan bisa dikatakan jadi standar internasional," ujar Andrari usai pembukaan Dialog Nasional Inovasi TIK, di Aula BPPT, Jakarta, Selasa 8 September 2015.

Ia mengatakan, beberapa sistem e-voting di negara lain tak sesempurna e-voting buatan BPPT. Andrari menyebutkan, misalnya sistem di India yang telah berhasil, tapi tak memenuhi asas Luber Jurdil. Padahal, asas itu mutlak dalam pemilihan umum.

"Di India tak punya kertas audit. Pemilih usai menentukan pilihan, dia harus lari ke pusat data. Pemilih tak bisa memverifikasi dirinya apakah betul pilihannya itu benar atau tidak," ujar dia.

Sementara itu, sistem e-voting ala BPPT dilengkapi dengan kertas struk yang yang dicetak usai pemilih menyuarakan pilihannya. Kertas struk tersebut memiliki fungsi ganda.

Ini Rahasia e-Voting Pemilu Kebal Serangan Hacker

Pertama, selain sebagai verifikasi pilihan pemilih, kertas struk juga akan dimasukkan ke kotak untuk bukti audit atau hukum.

"Jadi, jika ada sengketa, kertas struk itu akan dibuka untuk audit," kata dia.

Sementara itu, e-voting di Spanyol, menurut Andrari, juga memiliki kekurangan. Di negeri Matador, kotak pembaca kartu pemilih (e-reader) letaknya di bagian dalam bilik. Hal ini menurut Andrari tak memenuhi prinsip transparansi.

Selanjutnya, e-voting di BPPT mensyaratkan letak e-reader dan printer pencetak kertas struk harus di depan atau lokasi yang terbuka yang bisa dilihat oleh panitia pemilihan.

"Kalau alat reader-nya itu ditaruh di bilik, pemilih nakal bisa bawa kertas lain. Nanti, yang dimasukkan dalam bilik kertas yang lain. Yang struk bisa dikantongi, ini bisa jadi ruang politik uang," kata dia.

Sementara itu, sistem e-voting di Filipina, menurut Andrari, juga masih belum sempurna. Di negeri tetangga itu, tidak ada sistem yang bisa memberikan pilihan jika pemilih tak menginginkan calon yang ada.

Dalam kondisi ini, maka dengan keterbatasan waktu di dalam bilik, pemilih yang tak memilih kandidat itu bisa mendapatkan struk tak memilih.

"Sementara di kita, kalau nggak mau memilih calon yang ada, ada caranya, bagaimana cara pilihnya," kata dia.

Dalam e-voting BPPT memungkinkan memberi ruang bagi pemilih yang memutuskan tidak memilih kandidat yang ada.

Untuk itu, menurut dia, pemerintah sudah tak perlu lagi studi banding sistem e-voting di negara lain. "Sistem di luar negeri itu tak ada yang cocok untuk kita. Jadi nggak usah studi banding," kata dia.

e-Voting Diujikan di Pilkada 2017
Ketua KPUD DKI Jakarta Sumarno (kiri) dan maskot Pilkada DKI 2017.

KPU Belum Putuskan Mekanisme Cuti Bagi Petahana

Petahana diharuskan cuti selama kampanye Pilkada.

img_title
VIVA.co.id
9 Agustus 2016