Muktamar ke-33, Momentum Kebangkitan Kedua Bagi NU

Presiden Joko Widodo membuka Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru
VIVA.co.id -
NU: Potensi Konflik Tanjungbalai Sudah Lama, Telat Dicegah
A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Mohammad Nuh, berharap Muktamar NU ke-33 yang berlangsung pada 1-5 Agusuts di Jombang, Jawa Timur, menjadi momentum kebangkitan kedua organisasi tersebut. Kebangkitan pertama terjadi ketika NU lahir pada 1926.

Kisah Santri Surabaya Melawan Penjajah lewat Lagu

"Kebangkitan kedua akan terjadi ketika NU berusia 100 tahun pada 2026, yang kondisinya berbarengan dengan kebangkitan Asia," kata Nuh dalam siaran persnya, Senin, 3 Agustus 2015.
NU: Kemiskinan Mendekatkan pada Organisasi seperti Gafatar


Nuh mengemukakan bahwa sejumlah langkah perlu disiapkan agar kebangkitan kedua tersebut berjalan baik. Salah satunya adalah memperkuat komitmen dengan mengacu pada komitmen awal pendirian NU.


"Pendirian NU diawali oleh pendirian tiga organisasi yang berkomitmen pada pemberdayaan masyarakat yakni Nahdlotul-Wathon (1916), Taswirul Afkar dan Nahdlotul Tujjar (1918)," ungkap Nuh.


Dari komitmen awal itu, Nuh menilai NU perlu memperkuat pemberdayaan dan pelayanan kepada masyarakat, khususnya warga Nahdliyin dalam tiga bidang utama yakni pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.


"Kita harus berani melihat diri sendiri, apakah di tiga bidang itu kita sudah cukup punya produk dan kontribusi ikonik," tutur Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya ini.


Nuh melanjutkan, produk dan kontribusi ikonik tersebut bisa dilihat, misalnya, apakah NU punya perguruan tinggi bermutu yang menjadi rujukan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya. Juga, misalnya, apakah jika masyarakat berobat, rumah sakit milik NU yang menjadi rujukan. Dan, apakah ketika beraktivitas ekonomi, NU memiliki pusat perekonomian, bank, atau koperasi misalnya, yang kuat yang didatangi masyarakat.


"Jika belum, maka kita perlu bekerja keras melakkan pembenahan agar NU punya produk dan kontribusi ikonik di tiga bidang tersebut," ucap salah satu pendiri Universitas NU Surabaya ini.


Pembenahan itu juga penting, karena Nuh melihat sejalan dengan perbaikan perekonominan Indonesia, terjadi mobilitas vertikal masyarkat NU.


"Jika NU tak bisa mewadahi, maka mobilitas vertikal tersebut tak akan banyak bermanfaat bagi NU secara organisasi," ucapnya.


Nuh berpendapat, apabila pembenahan itu mampu mewadahi mobilitas masyarakat NU, maka NU akan lebih punya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan menjadi organisasi besar dunia, dengan misi rahmatan lil alamin. Sehingga NU akan lebih bisa mewarnai wajah Islam dunia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya