'Jokowi Lebih Sibuk dengan Human Error Menterinya'

Sumber :
  • Antara/ Yudhi Mahatma
VIVA.co.id
Komisi VII Dukung Upaya Pemerintah Perkuat Pertamina
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo yang belum efektif meski kabinet sudah memasuki bulan kesembilan. Pola komunikasi antarmenteri dan Presiden maupun Wakil Presiden kerap tak selaras sehingga lebih membikin kegaduhan politik.

Pimpinan DPR Nilai Sudah Cukup Bukti Jadikan Ahok Tersangka

Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, menyebut ada semacam
Pameran Mobil Terbesar Asia Tenggara GIIAS 2016 Resmi Dibuka
human error atau kesalahan personal menteri, bukan sistem pemerintahan, sepanjang Kabinet Kerja itu dibentuk. Peristiwa termutakhir adalah Presiden diprotes soal program Jaminan Hari Tua yang dikelola dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.


Presiden, kata Soesatyo, seolah kecolongan dengan program yang berada di bawah tanggung jawab Menteri Ketenagakerjaan itu. Komunitas pekerja memprotes Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang tata cara pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) karena masanya terlalu lama, yakni sepuluh tahun.


Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR itu juga mencatat sejumlah
human error
beberapa menteri sehingga menyulut kebisingan dan mengganggu efektivitas pemerintahan. Misalnya, baru-baru ini seorang menteri bertutur kepada pers bahwa ada menteri yang mengejek Presiden. Sebelumnya lagi, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly, menjalankan agenda sendiri dalam merespons sengketa internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

 

Bahkan, menurut Soesatyo, beberapa kali terjadi ketidakselarasan komunikasi Presiden Joko Widodo dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pertama, terjadi pada isu tentang organisasi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Wapres memerintahkan Menpora mencabut surat keputusan pembekuan PSSI. Namun, Presiden justru memerintahkan sebaliknya dan meminta Menpora mempertahankan pembekuan PSSI.


Kedua, terjadi pada isu tentang revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wapres, Jaksa Agung, dan Menteri Hukum dan HAM setuju Undang-Undang KPK direvisi, tetapi Presiden menolak revisi dimaksud.


"Rangkaian
human error
itu membentuk persepsi negatif di benak publik. Soliditas kabinet belum terbangun sehingga pemerintahan ini belum efektif bekerja. Kasus Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 hingga beras plastik mencerminkan rendahnya kapabilitas beberapa menteri. Presiden juga terus diganggu oleh perilaku menteri berloyalitas ganda," kata Soesatyo melalui keterangan tertulis kepada VIVA.co.id pada Senin, 6 Juli 2015.


Soestyo menyarankan Presiden mengkaji lagi loyalitas dan kapabilitas para menteri. "Sebab, masyarakat akar rumput sekali pun bisa merasakan pemerintahan sekarang ini belum efektif," katanya.


"Karena itu, bukannya mengada-ada jika ada desakan
reshuffle
(perombakan) kabinet.
Human error
di kabinet tidak saja memprihatinkan, namun juga memalukan," Soesatyo menambahkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya