DPR Akan Tentukan Nasib Sutiyoso Jadi Bos Intelijen

Sutiyoso ditunjuk jadi Komisaris Utama PT Semen Indonesia.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Mayjen (Purn) TNI Sutiyoso akan menjalankan tes uji kelayakan dan kepatutan (fit and propertest) di Komisi I DPR RI, Selasa 30 Juni 2015, untuk jabatan Kepala Badan Intelijen Negara.

Wakil Ketua Komisi I, Hanafi Rais mengatakan, uji kelayakan ini dilakukan, setelah Badan Musyawarah DPR memberi amanat ke Komisi I. Akhirnya diputuskan, melakukan uji kelayakan terhadap Sutiyoso terlebih dahulu, baru calon Panglima TNI.

Jika tanpa ada penolakan mayoritas, komisi akan langsung mengambil keputusan siang harinya.

"Siangnya, nanti ada internal tertutup komisi. Ya, tergantung rapat internal, kalau belum ada kesepakatan maka ditunda. Semoga bisa cepat, karena agar tidak ada kerjaan lain yang tidak tertunda," kata politisi PAN ini.

Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi Golkar, Tantowi Yahya, menambahkan, anggota yang hadir akan lebih banyak dari sebelumnya. Apalagi, anggota akan mendalami berbagai pertanyaan publik dan dikonfirmasi langsung ke Sutiyoso.

"Semua fraksi akan gunakan hak konstitusinya untuk bertanya medalami pertanyaan-pertanyaan aktual yang muncul di media dan masyraakat. Jawaban-jawaban tersebut yang akan dirangkum Komisi I dan diserahkan ke Presiden sebagai bahan pertimbangan," ujar Tantowi.

Hal paling ramai dibicarakan, adalah keterlibatan Sutiyoso dalam kasus Kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli). Di mana, Sutiyoso saat itu menjadi Pangdam Jaya.

Tim Pengawas Intelijen Dibentuk, Kepala BIN Tak Terganggu

Kasus itu, adalah penyerangan terhadap kantor DPP PDI yang diduduki Megawati Soekarnoputri. Saat itu, massa Soerjadi hendak mengambil alih kantor. PDI kala itu, terpecah dua kepengurusan, tetapi pemerintah hanya mengakui PDI dengan Ketum Soerjadi.

Tantowi mengatakan, sekarang ini yang penting adalah bagaimana kesiapan Sutiyoso dalam mimpin suatu keadaan yang sangat strategis. Terutama‎, dalam mengantisipasi ancaman yang akan dihadapi BIN.

Ada dua tantangan besar. Pertama, ancaman terhadap ideologi. "Korelasinya akan berujung kepada keutuhan NKRI, seperti paham radikalisme dan paham lain yang ingin gantikan eksistensi Pancasila dan UUD 1945," katanya.

Kedua, ancaman terhadap ekonomi. "Setiap investasi masuk tidak mungkin tidak diikuti agenda. Agenda itu yang harus investigasi BIN. Apa motifasi di balik agenda," tambahnya.

Ke depan, BIN bukan lagi bekerja secara konvensional. Politisi Partai Golkar ini mengatakan, basis informasi teknologi (IT) harus dikedepankan pada BIN berikutnya.

"Ancaman tersebut dibungkus sesuatu yang disebut dengan cyber. Intelijen ke depan tidak lagi konvensional, tetapi mengarah kepada IT," katanya. (asp)

Kepala BIN Dinilai Cari Popularitas dari Amnesti OPM

Masalah integrasi OPM mestinya diumumkan Presiden, bukan Kepala BIN.

img_title
VIVA.co.id
4 Februari 2016