Luncurkan Produk Baru, Pertamina Diminta Hati-hati

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan
Sumber :
VIVA.co.id
Komisi VII Dukung Upaya Pemerintah Perkuat Pertamina
- PT Pertamina harus menjelaskan kepada publik model investasi terhadap rencana peluncuran produk baru bahan bakar minyak (BBM) pada Mei 2015. Pertamina juga diimbau berhati-hati mengambil langkah bisnis di hilir migas.

Pimpinan DPR Nilai Sudah Cukup Bukti Jadikan Ahok Tersangka

Demikian dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan (dapil Jabar IV), di Jakarta, Jumat 17 April 2015.

“Sebaiknya sebelum menjual produk baru ke pasar, Pertamina harus bisa menjelaskan model investasinya," ujar Heri.

Cita Citata Cabut Laporan terhadap Anggota DPR

"Selain harus memberikan benefit, model investasinya juga harus dipastikan tidak mengganggu investasi Pertamina yang lain seperti pada bensin RON 88. Pertamina harus berhati-hati dalam memutuskan setiap aksi bisnis di hilir,” tuturnya.

Seperti diketahui, Pertamina berencana meluncurkan produk BBM baru dengan kualitas di atas premium, tapi di bawah pertamax. Produk yang diklaim ramah lingkungan ini rencananya akan dijual di kawasan Pulau Jawa, Madura, dan Bali. Sementara ini, penjualannya memang masih terbatas.  Peluncuran produk ini untuk menjawab rencana penghapusan premium dari pasar.

Politisi muda Partai Gerindra itu berharap, kajian bisnis di sektro migas harus betul-betul feasible dan matang. Sebab, Pertamina baru saja mengalami kerugian sebesar US$212 juta (sekitar Rp2,75 triliun) pada Januari-Februari tahun ini. Ketika itu, harga minyak sedang mengalami tren penurunan tajam, sehingga nilai bahan baku yang diolah dan produk yang diimpor selalu lebih tinggi daripada harga jual.

“Pertamina harus menjelaskan tentang teknis penentuan harga BBM baru tersebut, karena saya kira saat ini direksi Pertamina sebagai pelaksana penyaluran BBM masih belum jelas kewenangannya dalam menentukan harga BBM," ujar dia.

Menurut Heri, jika benar BBM baru hanya mengandung kadar oktan yang lebih rendah, mestinya bisa dijual dengan harga yang lebih murah daripada harga jual RON 97 milik Malaysia sebesar Rp7.800 per liter.

Menurut Heri, penentuan harga harus memperhitungkan aspek kepantasan kualitas. Bila harganya diputuskan jauh lebih tinggi, itu patut dipertanyakan.

Selain itu, Pertamina harus lebih dulu menjelaskan skema dan target pasar untuk produk BBM baru tersebut. “Saya mengapresiasi langkah-langkah Pertamina dalam melakukan diversifikasi produk. Namun, hal itu jangan sampai mengabaikan perbaikan sektor hulu yang menjadi faktor kunci permasalahan energi di Indonesia,” harap Heri lebih lanjut.

Data terkini, lanjut Heri, produksi minyak nasional hanya 800-850 ribu barel per hari. Sementara itu, konsumsinya sudah mencapai 1,4 juta barel per hari. Dengan produksi yang rendah itu, niscaya impor BBM akan mencapai Rp1,7 triliun per hari.

“Dalam APBN-P 2015, asumsi lifting minyak hanya 825 ribu barel per hari. Ini akan berimplikasi pada penurunan laba di sektor hulu yang menjadi penyebab kerugian pertamina hingga Rp2,75 triliun itu,” katanya. (www.dpr.go.id)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya