- ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id - Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul tidak melihat adanya kesalahan dari langkah Presiden Joko Widodo yang melantik tiga Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan KPK. Menurut Ruhut, Jokowi sudah menempuh jalan terbaik bagi penyelesaian kekisruhan lembaga tersebut.
"Apapun yang dilakukan Bapak Presiden kita harus dukung supaya KPK jangan vakum," kata Ruhut saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat 20 Februari 2015.
Ruhut membeberkan, kondisi KPK sebelum Jokowi mengambil sikap cukup pelik. Dua komisionernya, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan tugas pemberantasan korupsi tak boleh berhenti.
"Plt ini orang-orang terpercaya, Pak Taufiqurrahman Ruki sukses jadi ketua KPK pertama, Indriyanto Seno Adji profesor dari UI, Johan Budi beliau juru bicara sekarang Deputi Pencegahan," ujarnya.
"Bagiamana biar KPK bisa bekerja, agar koruptor tidak bersorak," tambah Ruhut.
Terkait pelantikan yang hanya berdasarkan keputusan presiden (keppres) dan bukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), Ruhut tak mempersoalkan. Dia yakin perppu nantinya akan dikirimkan ke DPR.
"Pasti akan ditindaklajuti, sabar, ojo kesusu. Kita tunggu saja," imbuhnya.
Lalu bagaimana dengan kemungkinan DPR menggunakan hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat atas kebijakan Jokowi tersebut?
"Itu masih prematur, kita tunggu saja nanti. Yang jelas, Partai Demokrat sebagai partai penyeimbang menghormati langkah Pak Jokowi," kata Ruhut.
Tak Berdasar
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, mengkritik langkah Jokowi yang melantik tiga Plt pimpinan KPK tersebut tanpa perppu. Menurutnya, tindakan itu tidak berdasar pada hukum.
"Salah itu, tidak bisa. Kalau pakai keppres harusnya berdasarkan UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yaitu melalui prosedur normal membentuk pansel, diajukan ke DPR, lalu buat keppres," kata Margarito.
Margarito mengemukakan, UU KPK tidak mengenal Plt. Oleh karena itu, untuk memayunginya Jokowi seharusnya menerbitkan perppu terlebih dahulu.
"Ini tergantung DPR, mau bertindak atau tidak. Sudah jelas ada pelanggaran dan carut marut hukum bernegara," ucapnya.
Baca juga: