DPR: 100 Hari Kinerja Menteri Pangan Tidak Istimewa

Anggota DPR RI Komisi VII Rofi Munawar
Sumber :
VIVA.co.id -
Komisi VII Dukung Upaya Pemerintah Perkuat Pertamina
Pada 27 Januari 2015 genap 100 hari Kabinet Kerja dibentuk oleh Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla pada 27 Oktober 2014.

Pimpinan DPR Nilai Sudah Cukup Bukti Jadikan Ahok Tersangka

Anggota DPR RI Komisi IV Rofi Munawar melihat bahwa kinerja 100 hari menteri pangan (pertanian, kehutanan dan perikanan) pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak istimewa. Masih banyak catatan permasalahan yang secara substansi dan konseptual tidak terlihat secara aplikatif dalam kinerja kementerian-kementerian tersebut.
Cita Citata Cabut Laporan terhadap Anggota DPR


Presiden Joko Widodo menegaskan dalam berbagai kesempatan bahwa swasembada pangan akan dicapai pada 2017, terutama untuk beras dan kedelai. Bahkan untuk mencapai target tersebut Presiden meminta Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) memberikan dukungan dan mengancam akan memberhentikan menteri pangan jika tidak mampu merealisasikan.


Menurut Rofi, proses integrasi berbagai program dan kebijakan belum terlihat jelas di kementerian sektor pangan, karena mungkin masih mempelajari serta beradaptasi dengan situasi yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa percepatan yang diinginkan oleh Kabinet Kerja belum sesuai harapan. 


“Memang kita sadari bahwa 100 hari tidak dapat mengukur kinerja selama satu tahun dan lima tahun, namun dalam rentang waktu tersebut kita belum melihat adanya kebijakan dan konsep strategis yang dibuat, khususnya sektor pertanian dan kehutanan,” ujarnya, di Jakarta, Selasa 27 Januari 2015.


Selain itu, di sektor pertanian kelangkaan pupuk masih sering terjadi, lemahnya penanggulangan gagal panen akibat bencana dan target swasembada tiga tahun yang belum jelas langkah pencapaiannya. Sementara itu, menurut Rofi, di sektor kehutanan di antaranya alih fungsi hutan yang tidak sesuai peruntukan,
illegal loging
, korupsi bidang kehutanan, kejelasan terkait terkait arah pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta beragam regulasi di bidang kehutanan.


“Di sektor perikanan, kita melihat beberapa akselerasi dengan adanya penenggelaman terhadap kapal
illegal fishing
, namun dalam jangka panjang kebijakan ini akan terkendala minimnya armada operasional dan biaya yang tinggi dalam pengawasan. Perlu dirumuskan solusi yang integratif dan berkelanjutan,” ungkap Rofi.


Sejauh ini penyediaan pangan nasional khususnya dalam sektor hortikultura masih terus dibanjiri impor dari luar negeri. Liberalisasi perdagangan menyebabkan surplus pangan dari negara lain, yang dihasilkan dari teknologi tinggi dan pengemasan yang efisien. Produk-produk tersebut membanjiri pasar domestik yang menyebabkan harga pangan lokal terus merosot, bahkan menghancurkan sistem produksi dalam negeri.


“Menteri-menteri di bidang pangan masih fokus dan berorientasi pada basis kerja sektoral, belum terbangun sistem kerja yang secara sistematis dan efektif merealisasikan kebijakan pangan yang prioritas serta komprehensif. Hal ini dapat terlihat dari masih lemahnya produksi pertanian nasional dan tingginya komoditas pangan di pasaran,” lanjut legislator dari Jawa Timur tersebut.


Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 jumlah subsidi untuk sektor pertanian dalam bentuk subsidi pupuk dan benih sebesar 8,4 persen atau Rp36,6 triliun, yang terdiri atas subsidi pupuk sebesar Rp35,7 triliun dan bibit sebesar Rp0,9 triliun. Alokasi yang sangat minim, dibandingkan dengan subsidi energi melalui bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai 67,2 persen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya