Gerindra Tolak Kebijakan Jokowi Soal Freeport

Unjuk rasa di Kantor Freeport, Jakarta.
Sumber :
  • Ferry Simanungkalit

VIVA.co.id - Fraksi Partai Gerindra menolak keputusan pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla memberi izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia. Bahkan, mereka siap menggalang dukungan agar Dewan Perwakilan Rakyat menggunakan hak menyatakan pendapat.

"Kita menggunakan hak kita, misal hak menyatakan pendapat dan sebagainya," kata Sekretaris Fraksi Fary Djemy Francis, dalam keterangan pers di ruang Fraksi Gerindra, DPR, Jakarta, Selasa 27 Januari 2015.

Menurutnya, masalah Freeport ini persoalan yang serius. Karena keputusan pemerintah yang menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dan menyelipkan salah satu butirĀ  pemberian izin ekspor konsentrat, melanggar undang-undang No.4 tahun 2009 Pasal 170 tentang Minerba.

Anggota Komisi VII DPR Fraksi Gerindra, Hary Purnomo mengatakan, DPR punya hak-hak yang diatur dalam Undang-undang.

"Kalau diperlukan, kami minta mengajukan hak bertanya ke pemerintah," kata Hary.

Pihaknya tetap konsisten pada ideologi partai. Bahwa bumi air dan kandungannya harus dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Apalagi, jelas dia, Prabowo Subianto yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, saat menjadi calon presiden, konsentrasi pada kebocoran pendapatan negara, termasuk dalam bidang minerba ini.

Keberatan Gerindra ini juga, kata Hary, karena tidak sesuai dengan kampanye Jokowi saat pilpres 2014 lalu. "Isu Freeport ini juga menjadi ikon kampanye Jokowi," kata Hary.

Alternatif lain, lanjutnya, karena pemerintah telah melanggar Undang-undang No.4 tahun 2009 tentang Minerba itu, maka poin dalam MoU terkait izin ekspor konsentrat harus dicabut. Kalau tidak, kata Hary, pemerintah harus membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang membatalkan UU ini.

"Kalau pemerintah menganggap ini urgent, jangan sampai melanggar, ya harus mengubah UU. Kita tak mau lagi sumber daya alam kita mengalir ke luar negeri. Semua harus memberi nilai tambah optimal," katanya.

Sementara itu, anggota lainnya Ramsyon Siagian, mendukung pemerintah mengeluarkan Perppu. Tapi harus melalui mekanisme yang sesuai aturan.

"Harus mengeluarkan Perppu dengan alasan yang jelas dan tentunya harus disetujui DPR," katanya.

Untuk langkah politik ini, Fraksi Gerindra mengaku akan mengkomunikasikan dengan fraksi-fraksi lainnya.

Ada empat point tuntutan Fraksi Gerindra. Pertama, izin ekspor konsentrat melanggar Pasal 170 UU No.4 tahun 2009 tentang Minerba. Dalam UU itu dinyatakan bahwa setelah 5 tahun sejak UU tersebut diundangkan, PT Freeport harus melakukan pemurnian.

Kedua, izin ekspor hanya diberikan kepada perusahaan asing, sementara perusahaan eksportir dalam negeri tidak diberikan kesempatan yang sama.

Ketiga, pada Desember 2013, Komisi VII DPR dan Menteri ESDM sepakat pemerintah akan melakukan larangan ekspor mineral mentah terhitung sejak 12 Januari 2014.

Keempat, Pasal 5 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan ekspor setelah berkonsultasi dengan DPR. Tapi terkait izin eskpor di MoU itu, pemerintah tidak menginformasikan apalagi berkonsultasi terlebih dahulu.

"Oleh karena itu, Fraksi Partai Gerindra DPR meminta pemerintah mencabut izin ekspor yang telah dikeluarkan karena nyata telah melanggar undang-undang dan tidak berpihak pada kepentingan nasional," kata Sekretaris Fraksi Fary Djemy Francis.

Rampingkan Organisasi, Saham Induk Freeport Melonjak

Baca juga:

Salah satu tribun di Mimika Sports Complex

Papua Bangun Kompleks Olahraga Mewah untuk PON 2020

Pembangunan Mimika Sports Complex dibantu oleh PT Freeport Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
13 April 2016