Perppu Pilkada Dibahas di Sidang Paripurna DPR

Rapat paripurna DPR
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Dewan Perwakilan Rakyat, hari Selasa 20 Januari 2015 ini akan melakukan sidang paripurna. Agenda utamanya adalah persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Serta Perppu No.2 tentang Pemerintahan Daerah.

Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto, mengatakan paripurna DPR ini hanya akan memutuskan apakah Perppu ini diterima menjadi Undang-Undang atau tidak.

"Hari ini agenda utamanya persetujuan DPR, yang kalau kita lihat rapat pimpinan DPR dan Bamus itu setuju semua. Kalau disetujui maka Perppu No.1 tahun 2014 dan Perppu No.2 tahun 2014 berarti langsung menjadi Undang-Undang," kata Agus di gedung DPR, Jakarta, Selasa 20 Januari 2015.

Dia menjelaskan, Perppu ini memang harus segera diputuskan menjadi Undang-Undang. Mengingat, pelaksanaan pilkada pada 2015 ini ada 204 daerah. Sementara payung hukumnya belum ada.

"UU Pilkada ini adalah yang terbaik," katanya. Sebab, pemilu dipilih langsung oleh rakyatnya.

Terkait beberapa fraksi yang menginginkan agar setelah kedua Perppu menjadi Undang-Undang untuk direvisi, Agus mengatakan itu tidak akan ditetapkan pada paripurna ini.

"Dalam pandangan mini, memang ada yang ingin revisi. Ini tahapan selanjutnya. Tidak ada Perppu disetujui dengan perbaikan. Tapi disetujui atau tidak," katanya.

Sebelumnya, pandangan mini 10 fraksi di Komisi II DPR dan Komite I DPD RI, menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 dan 2, disetujui menjadi Undang-Undang dan dibawa ke Paripurna untuk disetujui.

Walau begitu, hampir semua fraksi dan DPD, memberikan catatan kritisnya terkait materi dari Perppu tersebut.

Perppu No.1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Sementara Perppu No.2 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Catatan kritis seperti dari Fraksi Partai Golkar, yang pandangan mini fraksi dibacakan oleh Agung Widiyantoro.

Menurut Golkar dan seluruh fraksi, kedua Perppu ini sudah harus disahkan menjadi UU, sebagai payung hukum pelaksanaan pilkada. Dimana pada tahun 2015 ini, ada 204 daerah yang akan melaksanakan pilkada.

Apalagi, 2016, 2018 dan 2020 akan dilaksanakan pilkada langsung secara serentak.

"Terkait masalah calon dan pasangan calon. Pasal 40 menyebutkan calon diajukan berpasangan, namun pasal-pasal berikutnya disebutkan tidak," kata

Agung, dalam pembacaan pandangan mini fraksi, yang turut dihadiri Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menkumham Yasonna H Laoly, di ruang rapat Komisi II DPR, Jakarta, Senin 19 Januari 2015.

Golkar juga menyoroti soal lamanya pelaksana tugas (Plt) baik Gubernur, Bupati dan Wali Kota, kalau pilkada serentak itu dilaksanakan.

Selain itu, pelantikan juga harus serentak. Golkar menilai, kalau ada yang menang satu putaran dan harus menunggu yang masih dua putaran, juga memakan waktu yang lama. "Hal ini tentu memerlukan kajian mendalam," katanya.

Soal penyelesaian sengketa pilkada, juga dipersoalkan oleh Golkar. Karena, dalam Perppu No.1 tahun 2014 itu, sengketa pilkada diselesaikan melalui Pengadilan Tinggi yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung. "Tapi MA berpendapat sebaiknya tidak di MA, melainkan ditangani badan khusus di luar pengadilan," katanya.

Soal uji publik, Golkar juga menilai rentan waktunya yang terlalu lama yakni tiga bulan hingga pelaksanaan pilkada. "Hasil uji publik tidak punya konsekuensi apapun. Bukankah hal ini menandakan adanya formalitas belaka," katanya.

Sementara itu, Fraksi PAN menilai pentingnya kedua Perppu ini untuk disetujui menjadi Undang-Undang. Karena, kalau tidak disetujui akan menimbulkan efek hukum yakni tidak adanya payung penyelenggara pemilu.

Sebab, dalam putusan Mahkamah Konstitus, pilkada tidak termasuk rezim pemilu. Kalau begitu, maka penyelenggara pilkada bukan lagi oleh KPU. "Putusan tersebut (putusan MK, red) sekaligus menegaskan KPU hanya menyelenggara pemilu untuk DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPD RI," katanya.

"DPR sebagai pemegang kekuasan membentuk Undang-Undang harus menjadi ujung tombak dalam pembenahan mekanisme dan upaya penyelesaian sengketa," kata Sukimin, anggota Fraksi PAN yang membacakan pandangan mini fraksi.

Dari Fraksi NasDem, sebagai partai pendukung pemerintah, juga menilai kedua Perppu ini mempunyai banyak persoalan.

Sehingga, saat nanti disahkan pada Paripurna DPR yang direncanakan diajukan pada Selasa 20 Januari 2015 besok, langsung dilakukan revisi.

Revisi ini, juga disepakati oleh Komisi II dan pemerintah dalam hal ini Kemendagri danĀ  Kemenkumham, agar tuntas sebelum masa sidang ke-II DPR 2014-2019 yang berakhir pada akhir bulan Februari 2015.

"Menurut kami juga banyak kelemahan-kelemahan dalam rangka memilih kepala daerah berkualitas dalam melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi dan dapat diterima masyarakat. NasDem membuka diri sebagai fraksi untuk bersama-sama melakukan

revisi terhadap Perppu yang telah dijadikan UU nanti," jelas Syarif Abdullah Alkadri, dalam pembacaan pandangan mini fraksi.

Sementara, pemerintah dalam pandangan mininya yang diwakili Mendagri Tjahjo Kumolo, mengatakan sudah satu persepsi dengan DPR terutama Komisi II untuk meneruskan Perppu ini menjadi Undang-Undang.

"Maka pemerintah menyerahkan sepenuhnya pada DPR dalam mengambil mekanisme persetujuan," katanya.

Terkait dengan beberapa materi yang dianggap perlu direvisi, Menteri Tjahjo mengatakan akan tetap merespon keinginan itu. "Untuk menyelaraskan materi-materi dan muatan tertentu untuk meningkatkan kualitas pilkada," kata Tjahjo.

Persoalan Pilkada ini menjadi polemik, setelah hanya beberapa hari sebelum DPR periode 2009-2014 mengakhiri masa tugasnya, melakukan perubahan dengan merevisi UU No.32 tahun 2014 tentang Pemda.

Sehingga, melahirkan UU No.22 tahun 2014 tentang Pilkada, sehingga pelaksanaan pilkada menjadi melalui DPRD atau pilkada tidak langsung.

Parpol pendukung pilkada melalui DPRD saat itu adalah parpol yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP).

Baca juga:

Pimpinan DPR Nilai Sudah Cukup Bukti Jadikan Ahok Tersangka


Cita Citata Cabut Laporan terhadap Anggota DPR


Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat
Anggota Komisi VII DPR RI Aryo Djojohadikusumo

Komisi VII Dukung Upaya Pemerintah Perkuat Pertamina

Demi mencapai kedaulatan energi.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016