Sumber :
- Antara/Andika Wahyu
VIVA.co.id
- Presiden Joko Widodo seharusnya melihat rekam jejak calon kepala Kepolisian Republik Indonesia sebelum ia melakukan proses seleksi. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW)
Emerson Yuntho dalam orasinya di aksi "Polisi Bersih" di Car Free Day, Bundaran HI, Jakarta, Minggu 18 Januari 2015.
"Kita dari koalisi masyarakat sipil menggagas petisi di change.org/kapolri mendesak Jokowi untuk membuka mata," kata Emerson.
Baca juga:
Baca Juga :
Komjen BG: Pak Kapolri Masih Lama Pensiun
"Kita dari koalisi masyarakat sipil menggagas petisi di change.org/kapolri mendesak Jokowi untuk membuka mata," kata Emerson.
Menurut Emerson, kasus rekening gendut sudah ada sejak tahun 2010. Namun sayangnya pihak internal kepolisian menganggap wajar hal tersebut. Sehingga tidak ada perkembangan yang berarti sejak masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hingga sekarang.
"Kami memuji langkah Jokowi yang menyeleksi calon menteri lewat KPK dan PPATK, sayangnya ketika proses seleksi Jaksa Agung dan Kapolri, dia menafikan itu," lanjut Emerson.
ICW menilai Jokowi tidak melanjutkan tradisi baik, yaitu melakukan proses seleksi Kapolri tidak melalui KPK dan PPATK. "Saya juga tidak mengerti apa alasan Jokowi," katanya.
Menurutnya, kalau Jokowi memaksakan diri melantik Budi Gunawan, maka Indonesia akan menjadi negara satu-satunya yang punya Kapolri seorang tersangka korupsi.
"Ketika seseorang jadi tersangka, dan menduduki jabatan kapolri, saya kira ini akan jadi preseden buruk," ujar Emerson.
Menurut catatan ICW, hampir 100% kasus yang ditangani oleh KPK pasti berujung pada pengadilan dan tersangka kemudian ditetapkan sebagai terpidana. "Ini saya pikir bisa dicegah oleh Jokowi," kata koordinator
ICW tersebut.
Koalisi Masyarakat Sipil tetap menuntut Jokowi untuk mencabut pencalonan Komjen Budi Gunawan. "Karena ini soal menjaga reputasi, menjaga nama baik institusi Polri di mata masyarakat," kata Eson.
Baca juga:
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Menurut Emerson, kasus rekening gendut sudah ada sejak tahun 2010. Namun sayangnya pihak internal kepolisian menganggap wajar hal tersebut. Sehingga tidak ada perkembangan yang berarti sejak masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hingga sekarang.