VIVAnews - Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq menyatakan banyak orang yang menanyakan konsep Presiden Joko Widodo tentang kemaritiman, seperti negara maritim, poros maritim, atau tol laut. Mahfudz menilai, konsep-konsep tersebut masih belum jelas.
"Lebih baik Pak Jokowi menjelaskan ini, di kalangan pakar ini jadi pertanyaan," kata Mahfudz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 25 November 2014.
Mahfudz mengingatkan apabila konsep tersebut tidak jelas maka akan saling bertabrakan dengan kebijakan yang lain. Dia mencontohkan, stakeholder bidang maritim adalah nelayan. Dengan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), mereka menjadi terkena dampak.
"Mereka nggak mampu beli solar, dan nggak mampu melayar. Tapi menteri menargetkan peningkatan tangkapan ikan," jelasnya.
Terkait illegal fishing yang berdasarkan perintah Presiden Jokowi perlu ditenggelamkan, Mahfudz berpendapat kemampuan negara untuk melakukan kontrol masih lemah. "Jangankan menenggelamkan, untuk mengawasi saja kita sulit," imbuhnya.
Sedangkan untuk menangkap, lanjut Mahfudz, diatur dalam undang-undang kelautan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakamla) yang mencakup regulasi tindakan hukum. Dia menjelaskan bahwa undang-undang yang itu tidak memberi kewenangan pada Bakamla untuk menenggelamkan.
"Tapi kalau untuk shock terapi nggak apa-apa, tapi seberapa siap? Jangan sampai kapal China kita tenggelamin, China marah, kita bingung," ujarnya.
Politikus PKS itu menambahkan Bakamla merupakan institusi yang dibentuk untuk pengamanan laut Indonesia dari semua tindakan ilegal fishing, logging, penyelundupan. Dalam Bakamla ada semua fungsi sampai penindakan.
"Itu ada unsur TNI, polisi, imigrasi, peradilan laut. Jadi undang-undang sudah membingkai kita. Ya proses pro yustisia. Ya gagagahan saja (perintah menenggelamkan itu)," lanjut Mahfudz. (ren)
Baca juga: