Sumber :
- Nur Eka/VIVAnews
VIVAnews
- Polemik dualisme kepemimpinan di Dewan Perwakilan Rakyat saat ini mendapatkan respons keras dari masyarakat. Sebab, terbentuknya DPR tandingan justru dianggap sebagai sikap wakil rakyat yang justru melanggar hukum.
"Terbentuknya pimpinan DPR tandingan menunjukkan anggota dewan dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak memiliki kedewasaan politik," ujat Pengamat Politik Universitas Diponegoro Budi Setiono,
di Semarang, Sabtu, 1 November 2014.
Baca Juga :
Menko Airlangga Bertemu Menlu Singapura, Optimis Kerja Sama Bilateral Kedua Negara Terjalin Kuat
"Terbentuknya pimpinan DPR tandingan menunjukkan anggota dewan dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak memiliki kedewasaan politik," ujat Pengamat Politik Universitas Diponegoro Budi Setiono,
di Semarang, Sabtu, 1 November 2014.
Budi beranggapan, pimpinan DPR saat ini sudah sah dan legal berdasarkan hukum. Jika memang ada faksi-faksi yang menentang, berarti sama saja melawan hukum.
Terlebih, lanjut dia, saat ini kepemimpinan di DPR secara prinsip telah menunjukkan proses politik yang sesuai dengan prinsip
rechstaat
(negara hukum). Bahkan, hal itu telah mengacu pada konstitusi yang sah. Artinya, terbentuknya dualisme kepemimpinan DPR justru jelas-jelas menunjukkan adanya pembangkangan berpolitik.
"Bila suatu pembuatan kebijakan dan putusan politik telah dibentuk sesuai dengan UU maka semua pihak harus tunduk kepada hasilnya," kata dia.
Jika terbentuknya pimpinan yang sah itu memicu ketidakpuasan pihak lain, saran atas ketidakpuasan itu dapat menempuh jalur hukum, bukan justru dengan cara membuat makar seperti membuat lembaga tandingan.
"Makar terhadap institusi negara yang sah harus dihukum. Kalau semua pihak mengikuti pola pikir KIH, maka semua proses politik mengalami delegitimasi dan negara akan hancur," ujar dia.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Budi beranggapan, pimpinan DPR saat ini sudah sah dan legal berdasarkan hukum. Jika memang ada faksi-faksi yang menentang, berarti sama saja melawan hukum.