Bantah Luhut, Jokowi Belum Pastikan Kenaikan Harga BBM

Joko Widodo dan Jusuf Kalla memberikan keterangan pers
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S.

VIVAnews - Presiden terpilih, Joko Widodo mengaku belum bisa memastikan berapa besar pemerintahannya mendatang akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Saat ini, masih ada beberapa opsi yang masih harus dikaji, karena kenaikan BBM itu akan berdampak besar bagi masyarakat.

"Sekarang masih opsi-opsi, ada opsi naik Rp500, Rp1.000. Terus ada Rp1.500, Rp2.000, Rp2.500, Rp3.000, masih opsi semuanya. Belum saya putuskan," kata Jokowi di Balai Kota Jakarta, Selasa 30 September 2014.

Begitu juga dengan kapan waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM itu. Menurut Jokowi, semuanya baru melalui proses penghitungan agar tak memberatkan masyarakat dan tidak menyebabkan inflasi.

Jokowi berpandangan, apabila harga BBM langsung dinaikkan terlalu tinggi akan terjadi inflasi sekaligus dan berlangsung cepat. Kemudian, apabila dinaikkan secara berangsur, inflasi akan tetap terjadi dengan perlahan, dalam jangka waktu yang lama.

"Saya belum bisa memastikan, sekarang masih dalam proses hitung-hitungan. Berapa kenaikkan belum, kapannya juga belum," tuturnya.

Pelatih Timnas Brasil Peringatkan Real Madrid soal Endrick

Klaim Luhut

Seperti diberitakan sebelumnya, pada saat acara peluncuran buku Outlook Energi Indonesia 2014, di Kantor BPPT, Jakarta, Selasa 30 September 2014, Penasihat Tim Transisi Jokowi - JK, Luhut Panjaitan, menuturkan kenaikan harga BBM bersubsidi akan dilakukan pada November 2014 dengan sebesar Rp3 ribu per liter.

"Proses pembicaraan kenaikan BBM bersubsidi sudah dilakukan tiga bulan yang lalu. Tetapi, baru diputuskan Jumat (26 September 2014) kemarin," kata Luhut.

Menurut Luhut, Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla juga sempat menanyakan dampak inflasi apabila menaikkan harga BBM sebesar Rp3.000. "Kemarin Pak JK menanyakan kajiannya berapa? Rp 3.000. Kapan? November. Lalu, Beliau bilang, kenapa tidak kenaikan sekalian? Janganlah, nanti inflasinya tinggi," jelasnya.

Luhut mengatakan, pengalihan subsidi energi ini memang harus dilakukan secepat mungkin. Sebab, selama ini presentasi subsidi yang diberikan untuk energi sudah terlalu besar. Dengan kenaikan BBM bersubsidi tersebut, dana yang semula digunakan untuk subsidi energi bisa dipindahkan untuk subsidi infrastruktur.

"Kalau dilihat, selama lima tahun terakhir subsidi BBM kita 35 persen. Artinya, kita bakar uang. Kalau infrasturktur kita enam persen, subsidi kita 25 persen (dari APBN), menurut saya ini harus ada perbaikan. Kalau dinaiki Rp3.000, tahun depan kita hemat US$13 - 15 miliar," tuturnya. (asp)

Penyakit Demam Berdarah di Jakarta dikatakan meningkat sejak memasuki tahun 2024.

Waspada! Demam Berdarah Mengganas, Jakarta Jadi Episentrum dengan 35 Ribu Kasus

Angka kasus demam berdarah di Indonesia kembali meningkat. Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan hingga Kamis sore 28 Maret 2024 tercatat sudah ada 390 kematian

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024