Cyrus Network: Survei Pilkada Itu Hobi, Pemasukan Sedikit

Survei Cyrus Network
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews -
Pentingnya Kesehatan di Masa Golden Age Anak, Bakal Tentukan Kondisi Masa Depan
Direktur Eksekutif Cyrus Network, Hasan Batupahat, tidak terlalu merisaukan perubahan yang terjadi dalam sistem pemilihan kepala daerah dari langsung menjadi tidak langsung lewat DPRD. Menurutnya, dampak yang ditimbulkan kepada mereka secara ekonomi tidak begitu signifikan.

Cerita Perjuangan TikTokers Sasya Livisya, Sering Dapat Hate Comment karena Penampilannya

"Bagi kami, survei politik adalah hobi. Bukan mencari keuntungan finansial," kata Hasan saat dihubungi
Terpopuler: Alasan Heerenveen Lepas Nathan Tjoe-A-On, Calon Kiper Timnas Indonesia Sabet Scudetto
VIVAnews, Selasa 30 September 2014.

Hasan mengungkapkan, keuntungan yang didapat dari aktivitas survei kecil. Dia membeberkan, dalam sekali survei biasanya dana yang keluar sebanyak Rp150 juta. Dari angka itu, lembaganya hanya mendapat pemasukan sebanyak 5-20 persen saja.


"Jadi tidak besar," ujarnya.


Hasan melanjutkan, rata-rata per tahun mereka mendapatkan lima daerah untuk disurvei. Jumlah survei yang dilakukan antara 20 sampai dengan 30 kali.


"Itu dua sampai tiga kali dalam satu bulan," jelasnya.


Dia mengakui, dengan sistem tak langsung maka aktivitas survei mereka akan berhenti. Sebab, survei dibutuhkan untuk pemilihan yang melibatkan publik.


"Kalau ini tergantung opini anggota Dewan. Misalnya ada 60 orang, cukup dibutuhkan 31 orang. Tidak akan lagi butuh survei, opini publik tidak dibutuhkan. Opini jadi penentu kalau ada suvei, kalau tidak penting
ngapain
ada survei," jelasnya.


Meskipun demikian, Hasan mencatat aktivitas survei politik di Indonesia tidak mencapai 10 persen. Volume survei di Indonesia, 95 persen adalah survei pasar atau marketing.


"Survei politik hanya 5 persen," ucapnya.


Bisnis Lain

Hasan menjelaskan alasan mengapa pilkada lewat DPRD tidak berpengaruh terhadap mereka. Sejauh ini, Cyrus adalah lembaga survei yang mapan sehingga mereka tidak menggantungkan hidup dari aktivitas survei.


"Lembaga survei yang mapan ada yang memiliki bisnis lain seperti properti, tambang, restoran dan sebagainya," terangnya.


Oleh karena itu, selama pembahasan RUU Pilkada, lanjut Hasan, mereka tidak ikut turun ke jalan. Paling banter tindakan yang mereka tempuh adalah mengoceh di Twitter.


"Posisi kita santai-santai saja. Kalau lembaga kecil atau baru tumbuh itu jadi masalah besar," imbuhnya.


Namun, Hasan tak membantah sistem tersebut lebih berdampak pada rakyat banyak. Karena mereka sekarang tidak bisa lagi memilih pemimpinnya di daerah secara langsung.


"Ini lebih ke soal hak pilih rakyat yang hilang," tuturnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya