LSN: Pilkada oleh DPRD, Konsultan Politik Habis

Survei LSI Harapan Masyarakat Terhadap Jokowi-JK
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews -
KPU Undang Anies dan Ganjar Hadiri Penetapan Pemenang Pilpres 2024
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN), Umar S Bakry, menilai pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak banyak berimbas kepada lembaga survei. Menurut Umar, justru yang paling terkena dampak adalah para konsultan politik.

Tas Istri Dicuri Hingga Barang Berharga Raib, Pasha Ungu Beberkan Hal Ini

"Pilkada lewat DPRD yang paling terpukul konsultan politik bukan lembaga survei. Habis mereka," kata Umar saat dihubungi
Jangan Kaget dengan Spesifikasi Mobil Gagah AHY Seharga Rp1,1 Miliar
VIVAnews, Selasa 30 September 2014.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) itu menjelaskan, antara konsultan politik dengan lembaga survei merupakan dua hal yang berbeda. Jika lembaga survei fokus pada aktivitas survei, konsultan politik bekerja dengan paket-paket kampanye kandidat tertentu sampai pada pencetakan baliho, desain poster dan sebagainya.


"Kandidat-kandidat yang akan dipilih oleh DPR tetap perlu uji publik. Di situ survei masih diperlukan," jelasnya.


Umar yang juga merupakan dosen di sebuah perguruan tinggi di Jakarta itu berpendapat, partai-partai di DPRD tentu akan mencalonkan figur yang didukung oleh publik. Untuk mengetahui apakah mereka dikenal, disukai dan kemudian didukung publik itu mereka memerlukan lembaga survei.


"Partai-partai tidak bisa seenaknya
munculin
orang. Kira-kira didukung publik apa tidak," imbuhnya.


Sepanjang Demokrasi Ada

Umar melanjutkan, survei datang ke Indonesia satu paket dengan demokrasi. Dia mengibaratkan, keduanya adalah dua sisi dalam satu keping mata uang.


"Sepanjang demokrasi ada survei dibutuhkan. Kalau demokrasi mati survei tidak dibutuhkan," jelasnya.


Dia menambahkan, apabila Indonesia balik menganut sistem otoriter seperti zaman Orde Baru maka nasib lembaga survei akan tamat.


"Tidak perlu rezim militer, partai politik tertentu yang terlalu dominan sehingga tidak memungkinkan adanya kompetisi. Selama masih ada kompetisi, lembaga survei masih dibutuhkan," terangnya.


Meskipun demikian, Umar tidak dapat membantah jika secara bisnis aturan pilkada tak langsung itu tetap berpengaruh terhadap LSN. Setidaknya, aktivitas survei tidak sama besar dengan ketika pilkada langsung masih berlaku.


"Sedikit banyak ada secara bisnis. Kalau pilkada langsung hampir semua kandidat sebelum pencalonan dia membutuhkan survei," katanya.


Berdasarkan pengalamannya dalam memimpin LSN, jika setiap kandidat serius ingin menjadi pemenang maka 1,5 tahun sebelumnya sudah bergerak mengukur kekuatannya melalui survei. Sehingga, selama satu tahun mereka bisa melakukan survei sebanyak empat sampai dengan lima kali.


"Kalau berapa jumlah kandidat yang meminta survei nggak stabil angkanya. Survei juga dibulan-bulan tertentu (jelang pilkada)," tuturnya. (adi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya