UGM: Tunda Pengesahan RUU Pilkada

Rapat Paripurna MPR DPR
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
Banjir Bandang Terjang Pemandian Teroh-teroh Langkat, 1 Tewas dan 6 Luka-luka
- Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mendesak DPR menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Pilkada. Rencananya pada Kamis 25 September 2014, DPR akan menggelar rapat paripurna dengan agenda penetapan RUU Pilkada.

Menlu Retno Disarankan Segera Kontak Iran Agar Tidak Serang Balik Israel

PSP UGM menilai, hingga saat ini kondisi masyarakat Indonesia masih dalam situasi yang tidak kondusif usai menjalani pemilihan presiden. Penetapan RUU Pilkada yang dilakukan tergesa-gesa justru dikhawatirkan dapat menimbulkan perpecahan bangsa.
Cara Hapus Jejak Digital, Cocok buat yang Suka Buka Situs Berbahaya


“Jangan tergesa-gesa hanya untuk kepentingan kelompok tertentu dan kepentingan jangka pendek, tetapi harus dilakukan berdasar pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta berorientasi pada produk legislasi yang bermartabat,” kata Kepala PSP UGM, Sudjito, Selasa 23 September 2014.


Penundaan pengesahan RUU Pilkada, menurut Sudjito, akan mencegah terjadinya keretakan dan perpecahan bangsa. Karenanya, PSP merekomendasikan kepada DPR menunda pengesahan RUU Pilkada hingga suasana kebatinan berbangsa dan bernegara kembali dalam susasana kondusif dan harmonis dengan penuh keinsyafan mendasarkan diri pada Pancasila.


“Rekomendasi ini sudah kami sampaikan secara langsung ke DPR, Senin 22 September 2014, diterima oleh Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso. Semoga benar-benar dipertimbangkan,” ujarnya.


Terkait polemik apakah pemilihan kepala daerah sebaiknya dilakukan secara langsung atau tidak langsung, Sudjito menegaskan tidak mempermasalahkannya. Utamanya, sistem pemilihan dilakukan berkesesuaian dengan sila keempat Pancasila.


“Model pemilu dan pilkada, baik langsung maupun tidak langsung secara yuridis filosofis, yuridis normatif, dan yuridis empirik adalah benar selagi berbasis Pancasila terutama sila keempat,” katanya.


Sudjito menjelaskan, perlu disusun undang-undang baru yang mengatur pilkada untuk menggantikan UU Pilkada yang dinilai sudah tidak efektif lagi. Menurut dia, undang-undang yang ada saat ini jika tetap dipaksa untuk dijalankan hingga beberapa tahun mendatang hanya akan memicu perpecahan bangsa.


“Penyelenggaraan pilkada tidak semata-mata pada undang-undang maupun kekuasaan legislatif, tetapi lebih pada karakter Pancasila, apakah ada pada setiap penyelenggara negara. Kalau setiap penyelenggara negara tidak punya karakter ini, maka tidak bisa efektif,” ujarnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya