ARB: Pilkada Langsung Bentuk Demokrasi Liberal

Ical Bersama Pimpinan DPD Tingkat 1 Partai Golkar
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews
Bea Cukai Madura Gencarkan Sosialisasi Cukai Rokok Legal di Madura
- Koalisi Merah Putih bertekad tidak akan membiarkan Indonesia mengarah jadi negara yang liberal, tidak lagi terjebak ke arah komunisme, dan tetap menjadi negara yang Pancasilais. Untuk itu perlu revisi sejumlah undang-undang, termasuk dalam memilih kepala daerah di negeri ini.

DPR Kritik Pernyataan Anak Buah Nadiem yang Sebut Kuliah Kebutuhan Tersier

Demikian menurut Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, yang juga pimpinan Koalisi Merah Putih, yang dihuni tujuh partai politik. "Kita tidak akan biarkan Indonesia berubah menjadi negara yang terapkan demokrasi liberal dan tetap pada demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila," kata ARB saat mengunjungi kompleks studio VIVAone di Pulo Gadung, Jakarta, hari ini.
The House of W, Rumah Khusus Perempuan dengan Arsitektur Islam yang Menginspirasi


ARB, panggilan akrab Aburizal, menilai bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat jadi cerminan demokrasi liberal itu. "Padahal demokrasi seperti itu melenceng dari nilai-nilai Pancasila yang juga menjunjung permusyawaratan dan perwakilan," kata ARB, merujuk pada sila ke-4 Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.


Pemilu, lanjut ARB, pada hakekatnya berdasarkan perwakilan. Azas perwakilan itulah yang turut diatur dalam Pancasila.


Untuk itulah Koalisi Merah Putih tengah memperjuangkan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah, yang rencananya akan disahkan pada 25 September mendatang lewat pemungutan suara. Bila tidak ada halangan, DPR akan mengesahkan Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah. RUU ini bentuk revisi atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.


Salah satu pokok penting RUU ini adalah mengembalikan lagi mandat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk memilih pemimpin lokal, seperti gubernur, wali kota, atau bupati. Mayoritas fraksi di DPR ingin agar RUU Pemilihan Kepala Daerah dapat disahkan menjadi undang-undang sebelum masa jabatan mereka di parlemen berakhir pada 30 September 2014.


ARB menilai bahwa gonjang-ganjing pemilihan kepala daerah secara langsung tak lepas dari dampak krisis moneter di Indonesia akhir dekade 1990-an. "Demokrasi liberal tercapai pada 1999. Siapa yang paksakan? Dana Moneter Internasional (IMF) yang memaksa Presiden Soeharto tandatangan kesepakatan [pinjaman darurat bersyarat] sehingga berdampak pada perubahan undang-undang dasar," kata ARB. 


"Maka sempat terjadi debat panjang di DPR, apakah akan arahkan demokrasi ke bentuk yang liberal? Muncul usul agar memilih pemimpin secara langsung karena asumsi yang terbentuk saat itu adalah bila parlemen bisa disogok, rakyat tidak bisa. Tapi, yang terjadi sekarang, rakyat pun bisa disogok," lanjut ARB.


Dia menilai bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung bisa mengurangi biaya politik. ARB mencontohkan kisah seorang kepala daerah di Sulawesi Tengah yang harus menghabiskan banyak uang saat pemilihan.


"Dia bilang, 'Kalau pemilihan langsung, saya harus habiskan Rp25 milyar, kalau dengan DPRD cukup Rp500 juta," kata ARB.


Dia melanjutkan bahwa seleksi pencalonan kandidat kepala daerah bisa tetap diserahkan langsung ke masyarakat. "Tapi pilihan harus di DPRD," kata ARB.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya