Ini Empat Ancaman Pemerintahan Jokowi-JK

Jokowi - JK Presiden dan Wakil Presiden Terpilih
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews -
Rektor UNU Gorontalo Resmi Dilaporkan Polisi atas Kasus Dugaan Pelecehan Seksual
Mahkamah Konstitusi memutukan menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Kondisi ini membuat Joko Widodo dan Jusuf Kalla keluar sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Pada 20 Oktober nanti, keduanya akan dilantik secara resmi.

5 Fakta Mengerikan Timnas Indonesia Usai Singkirkan Korea Selatan di Piala Asia U-23

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menggelar survei untuk memotret harapan sekaligus ancaman terhadap keduanya. Dari sisi harapan, masyarakat percaya mereka mampu berbuat yang terbaik bagi Indonesia. Sedangkan, untuk ancaman, lembaga yang didirikan oleh Denny JA ini menemukan setidaknya empat poin persoalan.
Terpopuler: Harga Bekas dan Pajak Tahunan Avanza Veloz, 2 Mobil Keren Mazda di China


"Pertama, tidak bisa memenuhi janji kampanye secara cepat. Ada dua janji besar, janji 100 hari, dan kontrak politik yang diperluas menjadi 9 program nyata," kata peneliti LSI, Rully Akbar dalam konfrensi pers di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta, Kamis 28 Agustus 2014.


Rully menegaskan jika persoalan tersebut tidak terpenuhi maka otomatis menimbulkan kekecewaan. Sedangkan, poin kedua yang dikhawatirkan, Jokowi terancam menjadi presiden yang pincang.


"Secara eksekutif, Jokowi-JK punya keterpilihan besar karena di atas 50 persen. Tapi pasangan ini tidak cukup kuat di legislatif karena dikuasai kompetitor," jelasnya.


Dia menuturkan, dalam survei ditanyakan kepada responden. "Jika anggota DPR lebih banyak dari partai yang bukan pendukung Jokowi, apakah anda yakin program dihambat?" Hasilnya, 45,6 persen responden menjawab yakin.


"Yang tidak 31,09 persen," jelas Rully.


Rully melanjutkan, masalah ketiga, adalah ujian kenaikan harga BBM. Menurutnya, ini adalah peringatan besar bagi mereka.


"Baru masa kepemimpinan sudah ada ujian, pasti jadi polemik," ujarnya.


Rully mengakui, mayoritas responden yaitu sebanyak 73,17 persen tidak setuju pemerintah menaikkan harga BBM. Sementara mereka yang setuju hanya mencapai 21,46 persen.


"Secara ekonomi kenaikan diperlukan. Tapi kenaikan bisa jadi salah satu penghambat popularitas dan kepercayaan terhadap Jokowi-JK," imbuhnya.


Rully menambahkan, ancaman keempat adalah terkait pembentukan kabinet. Publik khawatir Jokowi-JK tidak mampu membentuk kabinet yang meyakinkan misalnya lebih banyak didominasi oleh kompromi politik.


"Kabinet lebih banyak dari kalangan profesional, responden yang setuju sebanyak 61,42 persen, menganggap sama saja 25,89 persen, dan berisi orang-orang partai 7,61 persen, tidak tahu 5,08 persen. Artinya, publik menginginkan mayoritas kabinet dari kalangan profesional," tuturnya.


Seperti diberitakan sebelumnya, pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada 24-26 Agustus 2014. Dalam wawancara dengan responden, LSI menggunakan metode
quickpoll
melalui smartphone. Sedangkan metode sampling digunakan multistage random sampling.


Jumlah responden sebanyak 1.200 orang,
margin of error
kurang lebih 2,9 persen. Dijelaskan, semua pemilih di Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi responden.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya