Komisi V: Kementan Terlalu Optimistis dengan Programnya

Siswono Yudo Husodo
Sumber :
VIVAnews
Ditanya Kontrak STY, Erick Thohir Sebut Sepakbola Indonesia di Jalur yang Tepat
- Kementerian Pertanian (Kementan) dalam rilisnya menyatakan, 3,5 bulan ke depan produksi padi akan bertambah lagi sebesar 22,8 juta ton gabah kering giling (GKG) dari luas tanam 4,43 juta hektar dengan produktivitas 5,16 ton per hektar. Proyeksi ini dinilai terlalu optimistis, karena Kementan sering kali meleset dengan targetnya tersebut.

YouTube Luncurkan sebuah Serial Dokumenter 5 bagian berjudul “Seribu Kartini”

Penilaian tersebut dikemukakan Anggota Komisi IV DPR Siswono Yudo Husodo (F-PG) Rabu 23 Juli 2014. “Selama ini Kementan itu cenderung terlalu opimistis. Kita bisa menyebut di awal Kabinet Indonesia Bersatu, Menteri Pertanian mencanangkan swasembada daging 2015. Selain itu juga swasembada kedelai dan swasembada gula. Optimis sekali. Sekarang saja 2014 masih impor. Tidak mungkin dalam sisa waktu ini kita bisa swasembada,” tandas Siswono.
Mudik Lebaran 2024 Dinilai Beri Dampak Positif untuk Perekonomian Indonesia


Siswono mengungkapkan, kedelai saja saat ini masih impor sebesar 75 persen. Bagaimana kita bisa merencanakan swasembada bila terus menerus impor. Bila sekarang produksi beras cukup, itu memang betul, tapi jumlahnya perlu direview kembali. Proyeksi bahwa ada peningkatan padi, itu perlu dilihat kembali, lantaran saat ini di setiap daerah berbeda-beda aktivitas pertaniannya. Mestinya sekarang musim panas, tapi hujan masih kerap turun. Di sebagian daerah, Juli ini ada yang mulai tandur. Mestinya tidak ada tandur, ujarnya.


“Jujur saya mengatakan Kementerian Pertanian sudah terlalu optimistis,” nilai politisi Golkar tersebut. Dalam setiap rapat dengan Komisi IV, memang sering ditanyakan mengenai optimisme itu. Misalnya, Mentan menyampaikan mau swasembada beras. Tapi, realisasinya tidak ada. Perlu dicatat, anggaran pengadaan beras terlalu besar dalam APBN. Kementan terlalu memfokuskan anggaran untuk beras. Harusnya berpikir untuk semua aspek, seperti daging, jagung, sayur mayur, dan lain-lain, katanya.


Neraca perdagangan, lanjut Siswono, mengalami defisit yang berarti impor pangan jauh lebih tinggi daripada ekspornya. Di sektor pertanian, neraca perdagangan yang bekerja surplus hanya di produk perkebunan. "Ini bisa dilihat dari nilai ekspor kelapa sawit, karet, teh, dan kopi yang sangat bagus", imbuhnya. (
)



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya