UU Pemilu Beri Celah Politik Uang

KPU Tetapkan Hasil Pemilu Legislatif
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews -
Ibunda Salshabilla Adriani Bantah Soal Rumor Perselingkuhan Anaknya dengan Rizky Nazar
Tingginya  praktik politik uang pada Pemilu 2014 salah satunya disebabkan oleh regulasi undang-undang Pemilu yang memberikan celah politik uang.

Bukan Jakarta, Ini Kota Pertama yang Mulai Jadikan Suzuki Carry Sebagai Mobil Angkot

Dari sejumlah kasus pada Pemilu 2014, Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah melansir sebanyak 22 pelanggaran dengan 14 di antaranya terkait politik uang. Kasus tersebut terjadi di daerah pemilihan (dapil) Jateng 1, 2, 3, dan 9.
Media Asing yang Semula Remehkan Timnas Indonesia Kini Memuji: Kemenangan Paling Dramatis


Koordinator Tim Pemantau KP2KKN Jateng Ronny Maryanto mengatakan, dari kasus tersebut tak sedikit adanya pelanggaran Pemilu yang mempunyai kesan dibiarkan oleh Pengawas Pemilu dan aparat penegak hukum. Ia mencurigai kesan itu karena memang adanya regulasi sengaja dibuat untuk melegalkan politik uang.

Ia mencontohkan, adanya Pasal 20 yang menerangkan pasal 13 huruf (g) Peraturan KPU No. 15 tahun 2013 yang berbunyi, Kampanye Pemilu dapat dilakukan melalui kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan.


Artinya, kegiatan yang dimaksudkan dalam aturan itu antara lain; sumbangan masjid, pesantren, dan bantuan infrastruktur pada masyarakat, perlombaan olahraga seperti jalan santai dengan hadiah atau
doorprize
, serta pasar murah dengan harga sembako yang sangat murah.


Menurut Ronny, pasal ini bertentangan dengan Pasal 86 huruf (j) Undang Undang No 8 tahun 2012 tentang larangan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye Pemilu. Politik uang yang dikemas dalam kegiatan tersebut di atas menurut Panwaslu kabupaten kota tidak dapat ditindaklanjuti karena diperbolehkan regulasi.


Sedangkan, kebanyakan modus politik uang pada Pemilu 9 April lalu terjadi tidak selalu memberi uang kepada calon pemilih. Bahkan, kebanyakan justru berupa barang dan layanan jasa. "Maka kami mengirim surat kepada KPU RI untuk mencabut dan tidak mencantumkan pasal tersebut dalam peraturan KPU tentang kampanye Pilpres mendatang," katanya.


Tak hanya itu, pihaknya bahkan sangat menyesalkan terhadap 12 kasus pelanggaran pidana Pemilu 2014 yang ditangani oleh aparat penegak hukum, namun hanya divonis ringan. Bahkan, delapan di antaranya divonis dengan hukuman yang  sangat minim, yakni antara 2 bulan hingga 10 bulan percobaan. Alhasil, tak akan ada efek jera bagi para pelaku politik uang di Pemilu.


Regulasi Jadi Penghalang


Ketua Divisi Pengawasan dan Humas Bawaslu Jawa Tengah, Teguh Purnomo, menyampaikan, sulit diungkapnya berbagai praktik politik uang, pertama karena terganjal adanya regulasi undang-undang. "Politik uang sulit diungkap, karena yang dijerat itu pemberinya. Tapi masyarakat yang diberi lepas," katanya.


Dalam Pasal 301 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2013 mensyaratkan tiga hal tentang regulasi yaitu masa kampanye, masa tenang dan hari pencoblosan. Tiga varian itu  mempunyai aturan berbeda jika ada praktik politik uang. Di masa kampanye mengisyaratkan sanksi politik uang diberikan bagi yang terdaftar di tim kampanye. Sementara memasuki masa tenang  yang dikenai UU adalah pemilih itu sendiri.


"Padahal, syarat pemilih harus terdaftar sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Maka ada celah jika pelaku itu tak terdaftar di DPT," katanya.


Lain halnya di Hari H pencoblosan. Lanjut Teguh, yang dikenakan dalam UU tersebut adalah bagi siapa saja, akan tetapi yang diiberi sanksi adalah pemberi uang saja. "Jadi masyarakat pemilih di sini kan tidak dicantumkan. Pada Pemilu kemarin kan marak sekali," ujarnya.


Alasan lain adalah terbatasnya waktu yang diberikan kepada Bawaslu untuk memproses laporan praktik
money politics
. Sementara di tingkat Panwas kabupaten/ kota diberi waktu hanya lima hari saja. "Ini jelas menyulitkan kami. Kami hanya mendapatkan waktu tujuh hari sejak laporan itu jadi terlalu cepat habis waktunya, " kata mantan Ketua KPU Kebumen itu.


Laporan, Ryan Dwi | Semarang

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya