MK: Frasa Empat Pilar Kebangsaan Bertentangan dengan UUD 1945

Pertemuan Pimpinan Lembaga Negara
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVAnews - Mahkamah Konstitusi menghapus frasa empat pilar kebangsaan dan bernegara dalam Pasal 34 ayat (3) huruf b Undang-Undang No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, Kamis, 3 Maret 2014.
Menkominfo Lagi Semringah

“Frasa empat pilar kebangsaan dan bernegara dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua Majelis MK, Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta.
Jasa Raharja Provides IDR50 million for KM 58 Accident Victims' Heirs

Pengujian Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol ini diajukan sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar). Mereka keberatan masuknya Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan. Pasal yang diuji yakni parpol wajib menyosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Generasi Baru BMW X5 Bakal Punya Tampilan Lebih Agresif
 
Pasal itu dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum karena menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan ketiga pilar lainnya. Penempatan Pancasila sebagai pilar merupakan kesalahan fatal karena Pancasila telah disepakati para pendiri bangsa sebagai dasar negara dalam Pembukaan UUD 1945.
 
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat menempatkan keempat pilar yang berarti tiang penguat, dasar pokok, atau induk dalam posisi sejajar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dari perpektif konstitusional tidaklah tepat. Sebab, keempat materi dalam pendidikan politik seluruhnya sudah tercakup dalam UUD 1945 yakni Pancasila meski pembukaan UUD 1945 tidak menyebut secara eksplisit.
 
"Merujuk isi yang terkandung Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, Pancasila adalah sebagai dasar," kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.
 
Menurut Mahkamah mendudukan Pancasila sebagai salah satu pilar selain mensederajatkan dengan pilar lain, juga akan menimbulkan kekacauan epistimologis, ontologis, dan aksiologis. Pancasila memiliki kedudukan tersendiri dalam kerangka berpikir bangsa. Selain sebagai dasar negara, ia juga sebagai dasar filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, cita hukum negara.

"Dengan begitu, menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar telah mengaburkan posisinya dalam makna yang demikian," ujar dia.      

Alasan Berbeda

Dua hakim konstitusi Arief Hidayat dan Patrialis Akbar mengajukan concurring opinion (alasan berbeda) dan dissenting opinion (pendapat berbeda). Arief mengatakan istilah empat pilar yang memasukkan Pancasila sebagai salah satu pilarnya tidak dapat dimaknai Pancasila memiliki kedudukan yang sama dengan pilar lainnya. Sebab, masing-masing pilar memiliki kedudukan beragam sesuai karakter dan fungsinya.
  
Sementara Patrialis berpendapat apa yang dimohonkan para pemohon bukanlah persoalan konstitusionalitas norma suatu undang-undang, melainkan implementasi nilai praktik yang terjadi proses sosialisasi empat pilar kebangsaan. 
 
Usai persidangan, kuasa hukum pemohon, TM Luthfi Yazid, menyambut baik atas putusan ini. Dia mengatakan dengan putusan ini tidak ada lagi istilah pilar karena bertentangan dengan UUD 1945. 

"Dengan putusan ini, empat pilar kebangsaan sudah innalillahi dan Pancasila bukan lagi sebagai pilar, tetapi dipertegas sebagai dasar negara," ujar Luthfi.

Pasca putusan ini, menurutnya sosialisasi empat pilar kebangsan sudah tidak diperlukan lagi sehingga menghemat uang negara. 

"Setelah putusan ini, jika ada anggota DPR yang memakai anggaran negara untuk sosialisasi empat pilar 4 pilar wasslam, anggota dewan yg make anggar untuk 4 pilar bisa disebut korupsi," kata Luthfi. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya