Sumber :
- VIVAnews/Tri Saputro
VIVAnews -
Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) mengajukan peninjauan kembali Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis 27 Maret 2014. Agenda sidang kedua ini adalah menyampaikan kelengkapan berkas-berkas pengujian termohon.
"Kami ajukan pengujian Pasal 247 ayat 2, 5 dan 6 serta Pasal 291, dan Pasal 317 ayat 1 dan ayat 2 UU Pemilu yang mengatur tentang pengumuman hasil survei maupun penghitungan cepat (
quick count )," kata Andi Syafrani, Ketua Persepi.
"Kami ajukan pengujian Pasal 247 ayat 2, 5 dan 6 serta Pasal 291, dan Pasal 317 ayat 1 dan ayat 2 UU Pemilu yang mengatur tentang pengumuman hasil survei maupun penghitungan cepat (
Baca Juga :
Semua Pihak Diminta Tunjukan Kedewasaan Politik dan Menerima dengan Lapang Dada Hasil Pemilu
Ia menjelaskan, pelarangan pengumuman hasil survei pada masa tenang yang diatur dalam Pasal 247 ayat (2) dan (5) UU Pemilu yang mengatur prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian Barat, itu melanggar konstitusi.
"Hal itu telah melanggar hak konstitusional warga negara untuk memperoleh informasi serta menghilangkan kebebasan berekspresi dan menyuarakan pendapat," terangnya.
Lebih lanjut, pemohon menyatakan bahwa pihak penyelenggara pemilu memiliki kewajiban untuk menyampaikan hasil penghitungan cepat tanpa dibatasi oleh waktu. Oleh karena itu pemberian sanksi pidana dalam pasal 247 ayat 6, pasal 317 ayat 1 dan 2 dinilai tidak relevan, sebab hal itu hanya masalah administrasi.
"Berhubung dengan waktu pemilu yang makin dekat, maka kami meminta majelis hakim memutus perkara ini dalam waktu yang cepat," katanya.
Sementara itu, dalam sidang yang berlangsung singkat ini, Majelis mengatakan permohonan Persepi itu akan dirapatkan dalam sidang pleno MK. (ita)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Ia menjelaskan, pelarangan pengumuman hasil survei pada masa tenang yang diatur dalam Pasal 247 ayat (2) dan (5) UU Pemilu yang mengatur prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian Barat, itu melanggar konstitusi.