ARB: Golkar Apresiasi Putusan MK Soal Pemilu Serentak

kampanye golkar di pringsewu, lampung
Sumber :
  • twitter/aburizalbakrie
VIVAnews -
Survei LSI: Tingkat Kepuasan Publik pada Jokowi Naik 76,2 Persen
Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, mengatakan bahwa partainya mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan calon presiden dari Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra, pada Kamis, 20 Maret 2014. Yusril meminta agar Pemilu 2014 dilaksanakan serentak dan presidential threshold dihapuskan.

Soal Konflik Israel-Iran, Airlangga Cermati Dampak ke Sektor Logistik Minyak Mentah Dunia

"Golkar merasa sangat mengapresiasi kepada MK. Jelas, (putusan) ini adalah (bagian) dari penguatan sistem presidensial," kata ARB (panggilan akrabnya) kepada wartawan seusai berkampanye di Palembang Square Convention Center, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis, 20 Maret 2014.
Pengakuan Jay Idzes soal Lemparan Maut Pratama Arhan


ARB tak merinci makna penguatan sistem presidensial yang ia maksud. Namun, ditolaknya permohonan tersebut akan menyederhanakan kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan lembaga penyelenggara pemilu itu dapat bekerja sesuai yang telah direncanakan.


Berbeda apabila permohonan itu dikabulkan, maka tahapan-tahapan pemilu yang telah berjalan akan terganggu. KPU pun harus merancang ulang mekanisme penyelenggaraan pemilu sesuai undang-undang yang baru.


"Secara teknis, KPU dapat bekerja sesuai yang direncanakan, sehingga pada akhir pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu kedua ini berhasil menggelar pemilu secara tertib," katanya, didampingi Sekretaris Jenderal Idrus Marham.


MK menolak permohonan Yusril yang meminta agar Pemilu 2014 dilaksanakan serentak dan presidential threshold dihapuskan. "Permohonan pemohon untuk menafsirkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7C, dikaitkan dengan Pasal 22E ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan penafsiran Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 tidak dapat diterima. Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Ketua MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan.


Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan substansi dalil pemohon yang merujuk Pasal 7C UUD 1945 sebagai dasar pengujian konstitusionalitas bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan secara serentak telah dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam putusan yang diajukan Effendi Gazali. Dalam putusan itu, MK memutuskan Pemilu serentak diselenggarakan pada tahun 2019.


"Pemberlakuan penyelenggaraan Pilpres dan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan secara serentak pada tahun 2019 dan Pemilu berikutnya hanya semata-mata didasarkan atas pertimbangan kesiapan dan ketidaksiapan teknis tata cara penyelenggaraan oleh Komisi Pemilihan Umum," kata Harjono.


Terkait persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu presiden dan wakil presiden merupakan kebijakan hukum terbuka yang dapat ditentukan sebagai
legal policy
oleh pembentuk Undang-undang.


"Adapun dalil-dalil pemohon yang selebihnya terkait Pasal 9 UU 42/2008 tidak relevan untuk dipertimbangkan," ujar Harjono.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya