KPAI: PKS Pegang Rekor Tertinggi Pelibatan Anak Saat Kampanye

Partai Keadilan Sejahtera. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • Humas PKS
VIVAnews
Marah Anggotanya Disiksa, ISIS Rilis Video Ancam Bunuh Presiden Putin: Berhenti Siksa Anggota Kami!
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data pengaduan pelibatan anak dalam kampanye pemilihan umum 2014 yang masuk ke lembaganya. Komisioner KPAI, Susanto, mengatakan hampir semua partai melakukan pelanggaran itu.

Menakar Peluang Timnas Indonesia Lolos ke Piala Dunia 2026, Ada Berapa Tahap Lagi?

Kepada
Pembakar Al-Quran Salwan Momika 'Diusir' dari Swedia, Kini Pindah ke Norwegia
VIVAnews , di Jakarta, Selasa 18 Maret 2014, Susanto mengatakan resume pengaduan itu akan segera dibuat. Selain berdasarkan pengaduan, mereka juga melakukan pemantauan lapangan serta berdasarkan liputan media massa.

"Hampir semua parpol masih melibatkan anak-anak dalam kampanye. Di antaranya Gerindra, Hanura, Nasdem, Golkar, Demokrat, PDIP, PKPI, PPP, PAN, dan PKB. Rekor tertinggi pelibatan anak dipegang PKS," kata Susanto.


Hasil pengawasan  KPAI, tipologi pelibatan anak semakin variatif, mulai memakai alat peraga kampanye, ikut berkerumun di area kampanye, memakai motor disertai alat peraga kampanye, menjadi penghibur kampanye, hingga menyebarkan peraga kampanye.


KPAI mendesak Bawaslu, Panwaslu dan  Kepolisian agar bertindak tegas terhadap parpol atau caleg yang melibatkan anak-anak dalam kampanye. Jika ditemukan fakta pelanggaran dan pidana, jangan segan-segan untuk memproses pelaku secara hukum.


"Negara tidak boleh kalah dengan pelanggar hak anak. KPAI mengingatkan keberadaan UU Pemilu dan  UU Perlindungan Anak adalah untuk dijadikan acuan, bukan sengaja untuk dilanggar," ujarnya.


Susanto menjelaskan, menurut UU Perlindungan Anak pasal 87, pelaku pelibatan anak dalam kampanye dipidana 5 tahun dan atau  denda 100 juta.


"Jika UU ini tidak ditegakkan, Indonesia akan mengalami disorientasi. Karena UU sekadar sebagai simbol dan hiasan, tanpa kepekaan untuk mematuhinya. Apalagi para caleg adalah calon pejabat negara. Kalau dalam proses kampanye saja telah melanggar, bagaimana nanti jika mendapatkan kedudukan?" kata Susanto.


Dalam hal ini, Susanto dan tim KPAI fokus menyoroti para Caleg sebagai pejabat publik yang seharusnya menjadi panutan, tetapi rentan terhadap pelanggaran dari hal yang kecil sekalipun.


"Seharusnya caleg peka dalam hal ini, karena dalam sisi proses mendapatkan kedudukan sebagai anggota legislatif, melalui cara yang melanggar dan inskonstitusional. Hal ini menyangkut mentalitas. Jika terbiasa bermental pelanggar, tentu sangat rentan menjadi pejabat yang melanggar pula," katanya.


Ihwal pelibatan anak dalam kampanye, UU Pemilu tidak mengaturnya sebagai larangan. Namun, Komisi Pemilihan Umum yang bertugas menjadi penyelenggara pemilu menetapkan aturan main bahwa anak-anak tidak boleh dimobilisasi dalam kampanye dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan KPU Nomor 15/2013 tentang Pedoman Kampanye, yakni pada poin (k) yang menyebutkan, "peserta pemilu dilarang memobilisasi WNI yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih".


Bunyi pasal di UU Perlindungan Anak sebenarnya juga tidak mengatur secara eksplisit pelarangan pelibatan anak dalam kampanye. Berikut ini bunyi pasal 87 UU 23/2002 yang menjadi rujukan KPAI.


Pasal 87: Setiap orang yang secara melawan hukum merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 atau penyalahgunaan dalam kegiatan politik atau pelibatan dalam

sengketa bersenjata atau pelibatan dalam kerusuhan sosial atau pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan atau pelibatan dalam peperangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).


Bagaimana dengan PKS yang disebut memegang rekor tertinggi pelibatan anak? Saat melakukan kampanye di Gelora Bung Karno, PKS mengakui ada anak-anak yang dibawa orang tuanya mengikuti kampanye itu. Namun demikian, mereka membantah melakukan mobilisasi anak-anak, melainkan ada kader dan simpatisan yang hadir beserta anak, karena di rumah tidak ada yang menjaga.


Menurut Ketua DPW PKS DKI Jakarta Selamat Nurdin, mereka tak bisa melarang para kader dan simpatisan untuk tidak membawa anak-anaknya dengan alasan tidak bisa meninggalkan anak dan orang lain untuk dititipkan.


"Tapi, kalau tidak bisa dititipkan juga, bisa dipegang erat-erat. Sedikit positifnya mungkin bisa menjadi pembelajaran politik di masa dini," kata dia. (umi)


Laporan: Rizki Rahman
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya