Spanduk 'Menerima Serangan Fajar' Bikin Bawaslu Cemas

Ada uang ada suara, menerima serangan fajar
Sumber :
VIVAnews
Viral Pajero Polisi Kabur Usai Tabrak Lari Avanza Warga, Kombes Hadi Ungkap Faktanya
– Badan Pengawas Pemilu khawatir Pemilu 2014 kembali diwarnai oleh politik uang, termasuk di Tempat Pemungutan Suara pada hari H pencoblosan. Kecemasan Bawaslu kian menjadi ketika menemukan sebuah kampung yang masyarakatnya menerima politik uang dengan amat terbuka saat pilkada berlangsung.

Kepemimpinan Perempuan di BUMN dan Cara BKI Lanjutkan Semangat Kartini

“Di sebuah kampung, ditemukan spanduk dengan tulisan besar ‘Masyarakat di desa ini siap menerima serangan fajar’. Ini merusak karakter pemilu kita,” kata Ketua Bawaslu, Muhammad, di Jakarta, Selasa 11 Februari 2014. Padahal pemilu di Indonesia seharusnya berasas jujur dan adil.
Usai Sepi Peminat, Pemerintah Kasih Gratis Konversi Motor Listrik


Bawaslu juga menyesalkan fenomena masyarakat golput yang menjadikan pemilu sebagai momentum untuk mencari uang dari partai-partai politik. Mereka dengan sengaja mengejar tim sukses caleg atau parpol yang sedang membagi-bagikan uang kepada warga.


“Ada timses dari satu caleg atau partai datang ke daerah tertentu kasih duit, dia terima di situ. Timses itu pergi ke daerah lain, dia ikuti dan terima lagi duitnya, masuk kantong sendiri. Tapi saat hari H pemungutan suara, dia tidak ikut memilih. Ini golongan pencari uang tunai,” kata Muhammad.


Bawaslu menyatakan, mencegah politik uang adalah pekerjaan rumah bersama. “Ini tugas yang sangat berat dan bukan hanya tugas KPU-Bawaslu,” ujar Muhammad.


Politik uang dianggap wajar


Hasil survei International Foundation for Electoral Systems (IFES) asal Washington DC, Amerika Serikat, bekerjasama dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilansir hari ini di Jakarta, menguatkan kekhawatiran Bawaslu.


Dalam survei 17-30 Desember 2013 terhadap 1.890 responden di seluruh provinsi di Indonesia, ditemukan indikasi politik uang. “Sebelas persen responden mengatakan ada praktik jual-beli suara. Sepertinya mendekati pemilu akan makin banyak masyarakat yang melihat praktik politik uang,” kata Direktur Applied Research IFES, Rakesh Sharma.


IFES pun kecewa dengan perilaku pemilih Indonesia. Ketika responden diberi pertanyaan apakah mereka akan melaporkan pelanggaran politik uang itu, ujar Rakesh, “Sebanyak 57 persen responden mengaku tidak akan melaporkannya karena transaksi politik ini dianggap wajar.”


Direktur Riset LSI Hendro Prasetyo mengatakan, mayoritas responden memilih tak melaporkan pelanggaran pemilu karena takut diintimidasi. “Mereka berpikir kalau melapor nanti akan jadi masalah. Jadi ya ngapain mereka bikin masalah,” kata dia.


Oleh sebab itu Hendro meminta KPU dan Bawaslu menyiapkan pengamanan dan perlindungan bagi masyarakat yang mengadukan pelanggaran pemilu. Ia yakin jika masyarakat merasa aman, maka mereka akan melaporkan banyak pelanggaran pemilu, terutama soal politik uang.


Survei IFES-LSI ini dilakukan dengan wawancara tatap muka terhadap 1.890 responden di seluruh ibu kota provinsi di Indonesia.
Margin of error
pada survei ini 2,3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei dibiayai oleh IFES. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya