Pemilu Serentak 2019, Yusril: MK Ditekan Parpol-parpol Besar

Yusril Gugat UU Pilpres ke MK
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews - Yusril Ihza Mahendra kecewa dengan sikap Mahkamah Konstitusi yang baru membacakan permohonan putusan pakar komunikasi Effendy Ghazali hari ini, Kamis 23 Januari 2014. Ia berpendapat, MK sesungguhnya sudah mengambil keputusan sejak setahun lalu agar Pemilu serentak tak dilakukan pada 2014.
4 Kebiasaan Unik Suku Dayak, Dari Telingaan Aruu hingga Panggil Arwah Leluhur

Dalam kicauan di akun Twitter @Yusrilihza_Mhd, ia menyebut bahwa banyak orang mencurigai dirinya kenapa baru sekarang mengajukan uji UU Pilpres. 
5 Fakta Mengerikan Jelang Duel Korea Selatan vs Timnas Indonesia di Piala Asia U-23

"Seolah karena kini Hamdan yang jadi ketua MK, maka Hamdan akan bantu saya. Mengapa tidak mencurigai Akil sebagai eks Golkar yang menahan-nahan pembacaan putusan permohonan Efendi Ghazali hampir setahun lamanya. Mengapa putusan itu baru dibaca sekarang ketika Pemilu 2014 sudah dekat. Atas dasar itu dinyatakanlah putusan baru berlaku untuk Pemilu 2019," katanya.
Resmi! PKS Usung Imam Budi Hartono Jadi Bakal Calon Wali Kota Depok

Yusril juga menyayangkan sikap MK yang tidak menyatukan pembacaan putusan judicial review yang dimohon dirinya dan Efendi Ghazali agar sama-sama menjadi pertimbangan. Padahal, ada banyak kesamaan dalam permohonan mereka.

"Bagi saya banyak misteri dengan putusan MK ini. MK seolah ditekan oleh parpol-parpol besar agar Pemilu serentak baru dilaksanakan tahun 2019. Kini saya sedang pertimbangkan, apakah saya akan meneruskan permohonan saya atau tidak. Saya akan ambil keputusan setelah menimbang-nimbangnya dengan seksama," ujarnya.

UU Pileg dan Pilpres

Calon Presiden dari Partai Bulan Bintang ini mengaku telah membaca putusan MK atas uji UU Pilpres yang dimohon Effendi Ghazali. Intinya, menurut dia, seluruh pasal-pasal UU Pilpres yang dimohon uji dinyatakan MK bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak punya kekuatan hukum mengikat.

"Meski pasal-pasal UU Pilpres bertentangan dengan UUD '45 dan tidak punya kekuatan hukum mengingat, namun pasal-pasal tersebut tetap sah digunakan untuk Pemilu 2014," jelasnya.

Yusril juga mengkritisi pernyataan MK terkait putusan Pemilu Serentak 2019 maka perlu perubahan UU Pileg maupun Pilpres. Menurutnya, hal itu disebabkan Efendi Ghazali dkk tidak memberikan jalan keluar setelah pasal-pasal UU Pilpres yang diuji dinyatakan bertentangan dengan UUD '45.

"Dengan demikian, setelah dinyatakan bertentangan dan tidak punya kekuatan hukum mengikat, akan terjadi kevakuman hukum. Dalam permohonan saya, saya menunjukkan jalan keluar itu. Saya minta MK menafsirkan secara langsung maksud Pasal 6A ayat 2 dan Pasal 22E UUD 45."

"Kalau MK tafsirkan maksud Pasal 6 ayat 2 parpol peserta pemilu mencalonkan pasangan capres sebelum Pileg, maka tak perlu UU lagi untuk melaksanakanya. Kalau MK tafsirkan Pasal 22E ayat 1 bahwa pemilu dilaksanakan sekali dalam setahun berarti pileg dan pilpres disatukan, tak perlu ubah UU untuk melaksanakanya," kata Pakar Hukum Tata Negara ini.

Dengan begitu, Yusril melanjutkan, maka penyatuan Pileg dan Pilpres dapat dilaksanakan tahun 2014 ini juga. (eh)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya