Parpol Siap Laksanakan Pemilu Serentak 2019

Sidang di Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews -
Suzuki Sediakan Aksesori Resmi Jimny 5 Pintu, Ini Daftar Lengkapnya
Partai Demokrat mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberlakukan Pemilu serentak, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden mulai 2019.

Alasan Negara Arab Lebih Pilih Dukung Israel daripada Iran, Khawatir Perang Makin Luas

Juru bicara Partai Demokrat, Ikhsan Modjo, menilai MK telah mengambil langkah bijak dengan mempertimbangkan segenap aspek baik hukum, sosial maupun politik dalam mengambil keputusannya.
Pemain MU yang Tak Diinginkan Jose Mourinho Masih Ada Sampai Sekarang


"Partai Demokrat siap untuk menjalankan putusan ini dan semua tahapan pemilu sebagaimana yang telah ditetapkan," ujar Ikhsan.

Dengan konsolidasi dan koordinasi partai yang terus dijalankan selama ini, lanjut Ikhsan, Partai Demokrat berkeyakinan akan tetap bisa mempertahankan dan mendapatkan lebih kepercayaan rakyat.

"Partai Demokrat juga siap berkompetisi secara sehat dan sportif dengan partai-partai politik peserta pemilu lainnya," Ikhsan menegaskan.


Putusan MK juga diapresiasi parpol lain. Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh, menyambut baik putusan MK itu.


"Saya mengapresiasi putusan MK terkait pelaksaan Pileg dan Pilpres serentak pada tahun 2019," kata Surya Paloh dalam siaran persnya, Kamis, 23 Januari 2014.


Menurut Surya Paloh, putusan MK yang dibacakan langsung Ketua MK Hamdan Zoelva  adalah putusan yang tepat, arif, dan bijaksana. Partai NasDem menyambut baik putusan itu.


Partai Golkar juga menerima putusan pemilu serentak pada 2019 mendatang. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Sharif Cicip Sutardjo memuji MK yang tidak memberlakukan Pemilu serentak pada 2014 ini. Sebab, jika itu terjadi maka dia khawatir justru akan menimbulkan kekacauan.


"Kalau bicara 2014, bisa-bisa semua aturan, administrasi, logistik, akan banyak berubah," katanya.


Putusan MK Janggal

Meski mengapresiasi, namun Partai Hanura merasa ada kejanggalan dalam putusan MK itu. Ketua Fraksi Partai Hanura, Syarifuddin Sudding, menilai keputusan MK janggal lantaran baru diberlakukan pada tahun 2019.


"Aneh karena baru diberlakukan pada Pemilu 2019. Semestinya, pada saat MK memutuskan, ya langsung diterapkan," kata Suding.


Jika ada undang-Undang yang diuji materi dan ternyata MK mengabulkan uji materi tersebut, lanjut Suding, itu artinya undang-undang itu melanggar konstitusi. Jadi seharusnya langsung diterapkan pada saat itu juga.


"Kenapa ada rentang waktu pemberlakuannya," tanya Suding.


Hanya saja, Suding melanjutkan, jika MK sudah memutuskan sesuatu dan meski janggal, tetap tak bisa digugat kembali. "Tidak ada upaya hukum yang bisa dilakukan. Keputusan MK ini final dan mengikat. Walapun ini keputusan yang janggal," tuturnya.


Pemilu legislatif dan pemilu presiden secara serentak mulai 2019 diputuskan MK pada Kamis, 23 Januari 2014.


"Pelaksanaan Pemilihan Umum serentak berlaku untuk tahun 2019 dan Pemilihan Umum seterusnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di gedung MK.


MK menyatakan Pasal 3 ayat (5) dan Pasal 12 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) yang dimohonkan
judicial review
oleh pakar komunikasi Effendy Gazali, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.


Mahkamah beralasan jika Pemilu serentak dilaksanakan pada tahun 2014, maka tahapan Pemilu yang saat ini sedang berlangsung menjadi terganggu dan terhambat karena kehilangan dasar hukum.


"Pemilu serentak tidak bisa dilaksanakan pada tahun 2014 karena jangka waktu yang tersisa tidak cukup memadai untuk membuat Perppu yang baik dan konprehensif," kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan Mahkamah.


Meskipun menjatuhkan putusan tersebut, menurut MK, penyelenggaraan Pilpres dan Pemilu anggota legislatif tahun 2009 dan 2014 yang diselenggarakan secara tidak serentak dengan segala akibat hukumnya harus tetap dinyatakan sah dan konstitusional.  (eh)




Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya