Sumber :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews
– Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar sebuah studi terkait Pemilu 2014, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Melalui penelitian itu, LIPI bermaksud meneropong tingkat manfaat dan efektivitas proses demokrasi tersebut untuk rakyat luas.
“Apakah Pemilu 2014 menjanjikan legislatif yang lebih baik, pemerintahan yang lebih bertanggung jawab, kehidupan politik yang lebih baik, dan lain-lain? Studi kami menjawab, tidak,” kata Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris di Gedung LIPI, Jakarta, Senin 25 November 2013.
Baca Juga :
Dibaca 43 Juta Kali, Cerita The Perfect Strangers Ternyata Terinspirasi dari Sopir Taksi
Baca Juga :
Viral Pegawai Minimarket Ribut dengan Tukang Parkir Liar, Netizen: Premanisme Terselubung
“Apakah Pemilu 2014 menjanjikan legislatif yang lebih baik, pemerintahan yang lebih bertanggung jawab, kehidupan politik yang lebih baik, dan lain-lain? Studi kami menjawab, tidak,” kata Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris di Gedung LIPI, Jakarta, Senin 25 November 2013.
Syamsuddin menyatakan, pemilu legislatif dan pemilu presiden yang digelar tahun depan kemungkinan tidak akan membawa perubahan signifikan kecuali pergantian presiden dan sebagian angggota dewan, baik di tingkat nasional, kabupaten/kota, dan provinsi.
Kualitas pemerintahan hasil Pemilu 2014 pun diprediksi relatif stagnan. “Kasus penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi masih akan berlangsung. Wakil-wakil yang tidak akuntabel masih ada karena ada masalah dalam skema pemilu kita,” ujar Syamsuddin.
Menurutnya, skema pemilu di Indonesia tidak menjanjikan munculnya wakil-wakil rakyat yang akuntabel dan presiden yang memiliki kapabilitas memadai. Pemilu lebih mungkin memunculkan anggota legislatif yang representatif tetapi tidak akuntabel.
“Sedangkan untuk pemilihan presiden, ada masalah dalam seleksi internal parpol terkait calon presiden mereka,” kata Syamsuddin. Undang-Undang Pemilu juga tidak mewadahi mekanisme seleksi internal capres yang baik dan demokratis.
Seharusnya ada pemilihan pendahuluan di masing-masing partai politik sebelum menentukan seorang calon presiden. “Jangan tiba-tiba seolah-olah semua ketua umum itu punya hak istimewa jadi capres. Ambil contoh di AS, apakah Obama, Bush, dan Clinton pemimpin partai? Mereka kan bukan pemimpin parpol, tapi tokoh yang diajukan parpol. Di Indonesia, semua ketua umum maju jadi capres,” kata Syamsuddin.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Syamsuddin menyatakan, pemilu legislatif dan pemilu presiden yang digelar tahun depan kemungkinan tidak akan membawa perubahan signifikan kecuali pergantian presiden dan sebagian angggota dewan, baik di tingkat nasional, kabupaten/kota, dan provinsi.