Alasan Muhammadiyah Tolak UU Ormas

Din Syamsuddin di peringatan satu abad Muhammadiyah
Sumber :
  • ANTARA/Dhoni Setiawan
VIVAnews -
Stafsus Menag Beberkan Upaya Kemenag Dukung Program Prioritas Pemerintah
Pengurus Pusat Muhammadiyah tetap menolak Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang akhirnya disahkan oleh Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa 2 Juli 2013.

Tukang Parkir yang Minta Uang THR Rp15 Ribu di Minimarket Karawang Minta Maaf

Anggota Lembaga Hikmah Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Nadjamuddin Ramly, menyatakan, UU Ormas berparadigma totaliter dan menganut paham kekuasaan yang absolut untuk melakukan kontrol ketat kepada warga masyarakat, serta memposisikan rakyat sebagai objek dan posisi negara sebagai sangat superior.
RSUD Smart Pamekasan Larang Nakes Cuti Antisipasi Lonjakan Pasien Pasca Libur Lebaran


"Padahal, dalam perspektif sosiologi hukum, setiap regulasi yang akan dirumuskan senantiasa mengakomodasi kepentingan dan dinamika rakyatnya. Ini berarti harus terjadi simbiosa-mutualisme, yakni adanya kemitraan strategis antara masyarakat dan negara," kata Nadjamudin dalam siaran pers.


Alasan lain mengapa Muhammadiyah menolak RUU ini adalah definisi ormas dalam pasal ketentuan terjadi kerancuan intelektual. UU ini mendefinisikan ormas sangat umum, sehingga tidak memiliki kategorisasi sosiologis, seperti ormas yang sudah mapan, Ormas yang programnya homogen, paguyuban, arisan, pengajian ibu-ibu di RT, geng motor, organisasi lokal, kesamaan hobi atau ormas yang baru berdiri tanpa tujuan tertentu.


Selain itu, menurut dia, RUU Ormas ini diskriminatif, karena tidak mengatur ormas-ormas yang menjadi sayap partai politik. Padahal, mereka ormas bukan parpol yang tidak diatur dalam UU Parpol. "UU Ormas mengatur juga ormas yang berbadan hukum seperti yayasan, padahal UU Yayasan sudah ada, sehingga UU ormas ini memposisikan dirinya sebagai peraturan yang sangat superior," ujar dia.


Ia juga mempersoalkan pendafataran ormas yang akan menjadikan Indonesia kembali memasuki rezim izin dengan sejumlah persyaratan yang rumit, termasuk tidak boleh berpolitik. Padahal, Muhammadiyah selalu berpolitik, namun politik yang dilakukan adalah politik moral.


"Soal pendaftaran ini akan menjadi pasal karet serta akan menjadi alat pemukul bagi rezim yang berkuasa di setiap jenjang. Jika ada pendiri ormas yang tidak dikehendaki oleh rezim penguasa di setiap jenjang, maka Surat Tanda Terdaftar Ormas tidak akan pernah terbit," kata dia.


Berbagai pasal karet dalam UU Ormas dapat dijadikan sebagai alat pemukul bagi rezim berkuasa secara sepihak tanpa proses pengadilan. Muhammadiyah menganggap RUU Ormas tidak diperlukan dan tidak ada urgensinya, karena bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945.


"Jika ditelusuri lebih cermat, dapat dipastikan RUU Ormas membawa Indonesia kembali di zaman otoriter dahulu, saat semua ormas dipaksa dan dizalimi untuk berazas tunggal," ujar dia. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya