Sumber :
- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVAnews -
Ketua DPP Hanura Teguh Samudera menyatakan partainya tidak terima dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum mencoret bakal calon legislatif-nya di daerah pemilihan Jawa Barat II dari Daftar Caleg Sementara. Teguh pun memastikan akan melaporkan KPU ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Kenapa satu dapil (daerah pemilihan) yang sudah memenuhi 30 persen perempuan, hanya masalah nomor urut tidak bisa diterima?" kata Teguh, Jumat 14 Juni 2013.
![Halaman Selanjutnya]( "Halaman Selanjutnya")
Baca Juga :
Bukan Hina Pemain Korea Selatan, Ernando Minta Maaf dan Jelaskan Alasan Joget Usai Gagalkan Penalti
"Kenapa satu dapil (daerah pemilihan) yang sudah memenuhi 30 persen perempuan, hanya masalah nomor urut tidak bisa diterima?" kata Teguh, Jumat 14 Juni 2013.
Baca Juga :
Gibran Bantah Presiden Jokowi Gabung Golkar
Teguh menilai KPU sudah berlebihan dalam membuat peraturan. Pasalnya, dia mengklaim Undang-undang Nomor 8 tahun 2012 tentang pemilu hanya mewajibkan syarat 30 persen keterwakilan perempuan.
"Undang-undang tidak menentukan penempatan nomor urut, hanya syarat keterwakilan 30 persen. Apa ruginya KPU melaksanakan itu," ucapnya.
Teguh mengatakan, Hanura tetap akan menjalin komunikasi dengan KPU mengenai persoalan tersebut. Selain itu, mereka juga akan meminta penjelasan dari tim penghubungnya ke KPU selama ini. "Kami akan mempelajarinya secara mendalam," katanya.
Sebelumnya, KPU merevisi pengumuman mengenai bacaleg dari partai politik yang tidak masuk ke dalam DCS. Setelah sebelumnya ada empat partai, yaitu Partai Gerindra, PPP, PAN dan PKPI, KPU menambahkan Partai Hanura sebagai partai yang tidak memenuhi persyaratan.
"Yang tidak memenuhi syarat itu adalah daftar calonnya. Jadi, Hanura itu memang setelah kami periksa ulang ada satu daftar calonnya di Jawa Barat II, yang ternyata tidak memenuhi syarat khususnya di aspek tentang penempatan calon perempuannya," kata anggota KPU, Hadar Nafis Gumay.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Teguh menilai KPU sudah berlebihan dalam membuat peraturan. Pasalnya, dia mengklaim Undang-undang Nomor 8 tahun 2012 tentang pemilu hanya mewajibkan syarat 30 persen keterwakilan perempuan.
