Sumber :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews
- Pasal penghinaan terhadap presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi. Tapi kini pasal itu dimunculkan kembali oleh pemerintah dalam Rancangan Undang-undang KUHP yang telah diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas bersama.
Pasal ini menuai protes dari banyak pihak termasuk dari kalangan anggota parlemen. Sebab, pasal ini dinilai penyebab kemunduran demokrasi.
Pasal ini menuai protes dari banyak pihak termasuk dari kalangan anggota parlemen. Sebab, pasal ini dinilai penyebab kemunduran demokrasi.
Anggota Komisi III bidang Hukum DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Aziz Syamsudin, meminta masyarakat agar tidak terlalu dini menilai pasal penghinaan kepada presiden sebagai kemunduran demokrasi.
"Ini terlampau dini membicara itu. Kami akan menjaring narasumber dan stack holder contoh bagaimana mengeksktradisikan KUHAP kita," kata Aziz Syamsudin, Minggu 7 April 2013.
Untuk itulah kata Aziz, DPR akan mendengarkan kritik dan saran dari masyarakat. "Di dalam KUHAP nanti dibahas dalam daftar inventaris masalah. Ini usulan pemerintahan berdasarkan UU no 11 2012. Sehingga kalau pemerintah merasa perlu perubahan bisa ditarik dalam daftar inventarisasi masalah," ujar dia.
Sementara, DPR sendiri, kata Aziz, akan menargetkan RUU KUHP itu selesai pada periode ini. "Tergantung niat. Kami punya niat menyelesaikan di periode ini untuk jadi sejarah," ucapnya. (adi)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Anggota Komisi III bidang Hukum DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Aziz Syamsudin, meminta masyarakat agar tidak terlalu dini menilai pasal penghinaan kepada presiden sebagai kemunduran demokrasi.