Pasal Santet Masuk KUHP, DPR Pertanyakan Urgensinya

Sumber :
  • Antara/ Yudhi Mahatma

VIVAnews - Kementerian Hukum dan HAM telah menyerahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana kepada komisi III DPR Bidang Hukum. Salah satu hal yang diatur dalam rancangan ini masalah santet, yang sebelumnya tidak ada dalam KUHP.

Menurut Anggota Komisi III, Eva Kusuma Sundari, pasal ini rawan manipulasi kaum berduit yang tidak bertanggung jawab. Apalagi masyarakat Indonesia gampang sekali dihasut.

"Klaim pasal ini melindungi. Tapi, menurut saya malah mengakomodasi mobilisasi kebencian," kata Eva, Kamis 21 Maret 2013.

Bicara Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM dan LPG, Dirjen Migas: Tidak Perlu Direspons Segera

Hingga saat ini, Eva menilai hukum Indonesia belum mampu memberikan keadilan bagi kaum minoritas. Contohnya, sejumlah serangan ke Jemaah Ahmadiyah. "Lalu pendeta HKBP yang dikriminalisasi polisi atas hasutan kelompok radikal," kata Eva.

Di sisi lain, kata Eva, praktik hukum Indonesia malah mundur jika sampai mengakomodir masalah santet karena memfasilitasi irasionalitas. Karena itu ia mempertanyakan urgensi pasal tersebut.  "Fungsi hukum untuk mentransformasi masyarakat gagal," ujar dia.

Tak hanya itu, ada juga kendala dalam hal pembuktian. Secara teknis, bukti formal mungkin bisa dipenuhi, seperti paku, kawat, dan lainnya. Tapi, bagaimana dengan bukti materialnya? "Terutama tentang pelaku, bahwa yang mengirim santet adalah si X atau si Y. Itu yang bikin rawan untuk kriminalisasi seseorang," ujar dia.

Tak hanya Eva, anggota komisi III lainnya, Didi Irawadi Syamsudin, juga mempermasalahkan pasal santet ini. Pasal ini, diprediksi justru akan mengundang masalah sebab sulit pembuktian.

"Bagaimana membuktikan bahwa seseorang memiliki ilmu gaib atau ilmu hitam? Apalagi bila sampai harus membuktikan apakah benar akibat perbuatan orang itu, atau santetnya, ilmu gaibnya, ilmu hitamnya, menyebabkan korban meninggal atau luka-luka?" kata Didi.

Ingin Silaturahmi, Lolly Berharap Bisa Bertemu Nikita Mirzani dan Adik-adiknya

Dia khawatir, pemberlakukan pasal ini malah akan menimbulkan goncangan sosial. "Bahkan kini sudah menggejala masyarakat langsung main hakim sendiri terhadap orang yang dituding sebagai dukun santet," ujar dia.
 
Oleh karena itu, Didi menilai pasal santet tak perlu masuk Rancangan KUHP. Pasal ini cukup dimasukkan dalam kaidah hukum pidana yang bersifat umum tentang aturan menyangkut permufakatan jahat atau adanya orang yang hendak melakukan tindak pidana.

Dalam Rancangan KUHP itu, santet tercantum dalam Pasal 293 ayat (1), yang bunyinya: Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental  atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Sementara, ayat (2) berbunyi: Jika pembuat tindak pidana sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga). (umi)

Penyelundupan Sabu 19 KG

Tim Gabungan Gagalkan Penyelundupan 19 Kg Sabu dari Malaysia, Tangkap 5 Orang Tersangka

Pengiriman sabu dapat bayaran Rp10 juta per kilogram.

img_title
VIVA.co.id
16 April 2024