Pilkada Serentak, Waspadai Tujuh Hal Ini

Kotak suara Pilkada DKI Jakarta 2012.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews – Ketua Tim Kerja Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Emanuel Babu Eha, mengatakan wacana penerapan pemilihan kepala daerah serentak perlu dikaji lebih dalam. Pasalnya, selama ini pilkada di berbagai daerah 50 persen masih bermasalah.

“Harus dikaji secara matang apakah kita mau melakukan pilkada serentak seluruhnya sekaligus, atau dibagi berdasarkan region atau provinsi,” kata Emanuel dalam diskusi ‘Pemilu Nasional dan Lokal, Mungkinkah Serentak?’ di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Jumat 28 September 2012.

Berdasarkan kajian yang dilakukan DPD sendiri, papar Emanuel, ada beberapa masalah yang perlu dibahas secara khusus soal pilkada serentak ini. Hal yang paling utama, masyarakat harus disiapkan untuk perhelatan pilkada serentak. Ini karena proses demokratisasi di tiap daerah berbeda-beda.

“Pilkada DKI Jakarta kemarin bagus mungkin karena kedewasaan warga ibu kota. Tapi kalau di daerah pedalaman, misalnya Nusa Tenggara Timur yang banyak pulaunya, belum tentu lancar karena ada keterbatasan informasi,” ujar senator asal NTT itu.

Masalah lain, dari sisi penyelenggara. Emanuael mengemukakan, di daerah KPU kerap dituding negatif meski petugasnya sudah bekerja dengan baik. Belum lagi pemerintah daerah setempat yang kerap cenderung mengintervensi KPU. “KPU bahkan harus tunduk kepada incumbent. Ini bisa sulit,” kata dia.

Persoalan keamanan juga harus menjadi sorotan dalam pilkada serentak. Pasalnya jumlah dan konsentrasi aparat keamanan akan terbagi-bagi di berbagai daerah. “Sehingga kemungkinan akan terjadi konflik horizontal,” ujar Emanuel.

Ia mengatakan, sejauh ini ada tujuh masalah yang tengah dikaji DPD terkait wacana pilkada serentak, yaitu kualitas calon, di mana calon kepala daerah yang maju cenderung hanya yang punya modal. Kedua, masalah incumbent yang cenderung mengintervensi proses pilkada. Ketiga, masalah incumbent menggunakan fasilitas negara untuk kampanye.

Keempat, masalah anggaran pilkada yang sering “disandera” oleh incumbent. Kelima, masalah konflik sosial. Keenam, masalah hilangnya hak pilih masyarakat terkait kisruh Daftar Pemilih Tetap. Ketujuh, masalah netralitas birokrasi, di mana Pegawai Negeri Sipil di daerah-daerah kerap diminta untuk mendukung incumbent. (umi)

Hakim Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Kode Etik Meski Punya Jabatan di Asosiasi Pengajar HTN
Alyssa Soebandono

Anutusias Punya Anak Perempuan, Alyssa Soebandono Sampai Lakukan Hal Ini

Menyambut kelahiran anak pertama, Alyssa Soebandono merasa sangat antusias. Diungkap Dude, Istrinya itu sampai membeli baju-baju untuk anak perempuannya tersebut.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024