Ribka Tjiptaning Beber Hilangnya 'Ayat Rokok'

Politisi PDIP Ribka Tjiptaning
Sumber :
  • Antara/ Deni

VIVAnews - Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ribka Tjiptaning mengirim surat terbuka kepada sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Penegak Citra DPR. Ribka menjelaskan, permintaan Koalisi untuk memintanya nonaktif karena jadi tersangka tidak dilandasi fakta.

"Saya berpendapat bahwa LSM tersebut sebenarnya sudah mengetahui bahwa Kepolisian belum menyatakan secara resmi bahwa dr Ribka Tjiptaning statusnya  tersangka dalam kasus dugaan penghilangan ayat 2 Pasal 113 Undang-undang No 36 tahun 2009," kata Ribka dalam surat terbuka tertarikh 11 Oktober 2010 itu.

Beberapa LSM tersebut juga tahu bahwa ketentuan hukum menyatakan bahwa seorang tidak dapat dinyatakan tersangka sebelum ada proses pemeriksaan pada dirinya. Ribka Tjiptaning sampai hari ini belum diperiksa, dan menurut keterangan resmi Kabareskrim izin dari Presiden agar dia diperiksa belum ada.

"Lebih jauh lagi saya berpendapat bahwa beberapa LSM tersebut dalam upayanya mengangkat kasus dugaan penghilangan ayat 2 Pasal 113 UU No 36 tahun 2009, tanpa disertai proses penelitian, pengkajian, dan pengumpulan fakta hukum yang semestinya," kata salah satu Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Ribka mengajak para LSM untuk melakukan penelitian dan verifikasi secara mendalam. "Saya berharap teman-teman mau membaca Tata-Tertib DPR tahun 2004/2009, pasal 150, ayat 4, yang bunyinya: Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden yang diwakili oleh menteri, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Ribka.

Ribka lalu membeberkan fakta menghilangnya ayat 2 tersebut. Selaku Ketua Komisi IX, Ribka telah menyampaikan pidato RUU Kesehatan (hasil Pembicaraan Tingkat I) di hadapan Rapat Paripurna DPR tanggal 14 September 2009. Oleh Rapat Paripurna tersebut (Pembicaraan Tingkat II) disetujui menjadi UU No 36 tahun 2009, di mana ayat 2 pasal 113 tentang ketentuan tembakau menjadi zat adiktif ada dan tercantum.

"Hal ini bisa dilihat di risalah Rapat Paripurna DPR tanggal 14 September 2009, baik rekaman dan bentuk dokumen," ujarnya.

Dan sejak rapat paripurna 14 September itu, fungsi Ribka sebagai Ketua Komisi IX yang berwenang menyusun rancangan UU 36 Tahun 2009 telah selesai. "Tinggal diserahkan kepada Presiden untuk ditandatangani, agar berlaku sejak ditandatangani presiden. Dalam hal ini  sesuai dengan tata tertib DPR, penyerahan menjadi tugas Ketua DPR, dalam hal ini Agung Laksono," kata Ribka.

Publik perlu mengetahui, kata Ribka, kejadian yang sesungguhnya. Ketua DPR saat itu, Agung Laksono, memerintahkan Sekretariat Jenderal DPR untuk menyerahkan materi UU No 36 tahun 2009 untuk diserahkan kepada Presiden. Saat itu Agung Laksono dalam situasi terburu-buru akan pergi ke luar negeri.

"Setjen DPR sendiri dalam praktiknya meminta kepada Kepala Bagian Kesekretariatan Komisi IX untuk menyerahkan naskah UU No 36 tahun 2009 kepada Sekretariat Negara. Naskah yang diberikan dalam bentuk soft copy file," kata Ribka. "Perlu saya tegaskan soft copy file bukan naskah yang berbentuk hard copy file, atau naskah tertulis yang ada tanda tangan dan paraf Ketua DPR."

Dalam penjelasan di Badan Kehormatan dan di Kepolisian, Kabag Kesekretariatan Komisi IX DPR menyatakan bahwa dia tidak menghadiri dan menyaksikan Rapat Paripurna yang mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan No 36 tahun 2009. Padahal, sesuai petunjuk pelaksanaan kerja, notulensi Sidang Paripurna untuk mensahkan UU memang menjadi tugas dan tanggung jawab Sekjen DPR di bawah garis koordinasi Ketua DPR, bukan tugas Kabag Kesekretariatan Komisi IX.

"Tugas Kabag Kesekretariatan Komisi IX adalah membantu tugas komisi IX,  notulen dalam agenda rapat pembahasan RUU, yang dalam hal ini menjadi beban Komisi IX untuk membahas RUU Kesehatan," kata Ribka.

Sempat Dihapus di Komisi IX

Ribka mengakui, materi yang ada di Kabag Kesekretariatan Komisi IX  memang tidak mencantumkan ayat 2 pasal 113. Ayat itu dihapus karena pada waktu itu Ribka Tjiptaning, Asiyah Salekan (Fraksi Golkar), Mariani A. Baramuli (Fraksi Golkar) menyetujui desakan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia dan Asosiasi DPRD Kabupaten seluruh Indonesia untuk menghapus ayat 2 pasal 113.

"Perlu saya tegaskan bahwa penghapusan ayat itu oleh Kabag Kesekretariatan Komisi IX terjadi pada tanggal 12 September 2009, itu pun atas permintaan Faiq Bahfen (orang Depkes),  sedangkan Rapat Paripurna baru terjadi pada tanggal 14 September 2009," kata Ribka.

Tetapi penghapusan ayat 2 itu tidak disetujui oleh politisi Partai Kebangkitan Bangsa Umar Wahid yang juga Koordinator pembahasan RUU Kesehatan. "Maka kami bertiga juga harus setuju. Itu merupakan keputusan seluruh fraksi dan itu mayoritas. Selama belum ada Sidang Paripurna, muncul dan hapusnya ayat sah-sah saja," kata Ribka.

Ribka lalu me-print-out materi RUU yang saya bacakan dan dibagikan kepada anggota Dewan dalam Sidang Paripurna tersebut dengan menggunakan data saya, bukan dari Kabag Kesekretariatan Komisi IX. Materi tersebut jelas-jelas memuat  ayat 2 pasal 113.

"Silakan teman-teman LSM menverifikasi bukti-bukti rapat paripurna tersebut yang ada di Kesekretariatan DPR. Hal itu merupakan sikap saya yang menghormati keputusan mayoritas," ujar Ribka.

"Jadi setelah Sidang Paripurna tanggal 14 September 2009, domain ada di DPR, dalam hal ini Ketua DPR. Saya tegaskan sekali lagi Ketua Komisi IX sudah selesai tugas dan tanggung jawabnya sampai di situ," kata Ribka.

Sikap Ribka dan PDIP


Ribka mengakui, dia dan fraksinya memang menginginkan penghapusan ayat 2. "Memang sikap saya adalah menolak ketentuan bahwa tembakau atau produk tembakau dinyatakan oleh UU itu sebagai zat adiktif (ayat 2 pasal 113 UU No 36 2009). Sikap saya, dan sikap PDIP membela petani tembakau. Pembatasan itu akan menyebabkan kerugian bagi petani tembakau," katanya.

"Kami berpandangan bahwa pembatasan bahkan pelarangan tembakau tidak hanya dilihat oleh aspek kesehatan saja. Isu itu digulirkan harus dilihat dalam konteks ekonomi politik," ujarnya.

Ribka menyebut, dalam beberapa penelitian di berbagai negara, peraturan yang mengilegalkan tembakau selalu diiringi dengan meningkatnya produk nikotin bukan tembakau, tetapi nikotin obat. Dari tesis itu dapat disimpulkan bahwa korporat besar farmasi memperoleh manfaat dan sekaligus mendanai kampanye anti tembakau.

Namun, ujar Ribka, "Sikap saya ini tidak harus serta merta menjadi landasan dan keabasahan Kakar dan Koalisi Penegak Citra DPR untuk menghajar saya." Jelas sikap Ribka Tjiptaning yang menyetujui menghapus ayat 2 pasal 113 pada tanggal 12 September 2009 (sebelum sidang Paripurna) dijadikan landasan tuduhan bahwa hilangnya ayat itu karena rekayasa Ribka Tjiptaning.

Dan sekali lagi, Ribka menyatakan menjunjung tinggi asas demokrasi karena mayoritas fraksi sudah setuju mempertahankan 'ayat rokok' itu. "Dalam tahap sebelum paripurna saya akan berjuang gigih, tetapi kalau mayoritas sudah memutuskan saya wajib tunduk dan menghormatinya," kata Ribka.

Polisi sudah menangani kasus penghilangan 'ayat rokok' ini dengan memanggil sejumlah orang termasuk mantan anggota Komisi IX dari Partai Demokrat, Hakim Sarimuda Pohan. Namun sudah berbulan-bulan, polisi belum menetapkan tersangka atas kasus ini.

Terdakwa Yosep Subang Diadili Bunuh Istri dan Anak Demi Uang, Korban Dibacok Pakai Golok
Sapi Albino Ko Muang Phet.

Kerbau Albino Diundang ke Gedung Pemerintah, Harganya Rp7,8 Miliar

Kerbau albino bertubuh besar ini bernama Ko Muang Phet, terkenal di kalangan peternak Thailand sebagai hewan pejantan. Tingginya 1,8 meter dan berusia empat tahun.

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024