DPR Dukung Ada Grand Design Pemekaran Wilayah

VIVAnews - Komisi II DPR RI mendukung rencana penyusunan grand design pemekaran daerah untuk masa 10 tahun ke depan. Penyusunan ini diperlukan agar dapat menghasilkan pemekaran dan otonomi daerah yang sesuai dengan harapan masyarakat.

Hal itu mengemuka saat Rapat Dengar Pendapat Umum dengan pakar otonomi daerah, Ryaas Rasyid dan Siti Zuhro, Senin 2 November 2009 yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pranowo (F-PDIP).

Komisi II berpandangan tujuan dilakukannya pemekaran wilayah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berkaitan dengan tujuan tersebut, maka Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu mensejahterakan masyarakat lokal secara demokratis. Namun pada kenyataannya menunjukkan bahwa proses demokratisasi yang terjadi lebih mengedepankan aspek substansial demokrasi. 

Dilihat dari sudut penciptaan kesejahteraan masyarakat lokal, pelaksanaan otonomi daerah belum menampakkan adanya perubahan yang signifikan atas kuantitas dan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.

Data hasil audit investigatif yang diperoleh BPK tentang rendahnya kinerja keuangan daerah pemekaran baru, merupakan indikator nyata proses pemekaran wilayah yang terjadi selama ini belum memuaskan. Sekitar 83 persen dari sekitar 148 daerah hasil pemekaran kondisi keuangannya tidak memenuhi syarat dan masih memprihatinkan.

Melihat alasan runyamnya kondisi daerah hasil pemekaran yang dilontarkan BPK, maka upaya pemekaran yang dilakukan oleh daerah-daerah tersebut terkesan dipaksakan oleh elite  politik di daerah maupun oleh pusat. Keadaan tersebut diperparah lagi dengan lemahnya supervisi dan fasilitasi dari pusat.

Apabila kondisi yang kurang kondusif tersebut dibiarkan berjalan terus, maka akan menimbulkan proses otonomi daerah yang tidak menguntungkan bagi daerah maupun pusat.

Anggota dari Fraksi Demokrat, Jufri, mengatakan, penyusunan grand design merupakan usulan yang sangat baik bagi pemekaran wilayah. Namun menurutnya, penyusunan grand design ini juga perlu diikuti aturan pelaksanaan yang jelas dan perlu ada aturan yang mengikat. Untuk itu, perlu dibentuk tim yang terlibat langsung dalam penyusunan grand design tersebut.

Sementara itu, anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa Masitah mengatakan, kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang tampak dari diberlakukannya otonomi daerah bukan nilai positifnya tapi lebih banyak nilai negatifnya. Hal ini terjadi karena tidak diimbangi dengan kebijakan dan tanggung jawab yang mendasar, akhirnya di jalan bukan hal yang positif yang didapat, tapi hal negatif yang hanya menyebarkan korupsi di tingkat daerah.

Menurutnya, semua itu bukannya tidak ada solusi, kalau otonomi daerah itu dikawal terus. Karena itu, perlu adanya kontrol dan pertanggungjawaban otda. Bahkan, perlu ada pemikiran daerah yang telah berhasil melakukan otonomi daerah harus diberi penghargaan. Hal ini untuk memacu daerah-daerah lainnya untuk berlomba-lomba meningkatkan kesejahteraan daerahnya.

Namun, jika ada daerah yang tidak berhasil melakukan otonomi daerah sebaiknya daerah tersebut jangan dihapus. “Sebaiknya kita beri kesempatan lagi bagi daerah itu untuk melakukan perbaikan,” kata Masitah.

Rapat dengan para pakar itu berlangsung hingga sore hari. Nara sumber dihujani dengan berbagai pertanyaan dari tujuh belas penanya seputar pemekaran wilayah.  Di antaranya, usulan perlunya merevisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, usulan gubernur tidak dipilih secara langsung tapi melalui DPRD dan evaluasi bagi pemekaran wilayah.

Sekjen Gerindra Sebut Prabowo "The New Sukarno"
Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan

Airlangga: Kader Golkar Siap Ditempatkan di Legislatif maupun Eksekutif

Airlangga Hartarto mengatakan kader Golkar siap ditempatkan di legislatif maupun eksekutif. Dia menanggapi peluang keterlibatan Golkar dalam kabinet Prabowo-Gibran.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024